Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita dan Cinta dalam Penjara

1 September 2024   19:04 Diperbarui: 1 September 2024   19:31 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Deemarie dari Pinterest 

Musim kemarau baru saja sampai di kampung gurun. Namun embusan angin kering  terasa membakar. Ilalang serupa gersang, burung bersiul gelisah. Salma dan para penduduk kaki gunung pasir, sengsara.

Salma diam, tertegun di jendela kamarnya. 

Wanita itu merasakan benar kesunyian di rumahnya. Sejak memutuskan bercerai dari suaminya, Salma merasa terasing layaknya dalam sebuah penjara.

"Kau tidak kasihan dengan anak-anakmu?" tanya mamaknya, bulan lalu. Sekonyong-konyong ketiga anaknya dibawa  sang nenek pulang ke kampung Rawa. Mereka pasti senang di sana, bermain-main bersama entok dan kerbau.

Salma bisa menjawab pertanyaan mamaknya. Dia merasa pertanyaan itu malah menyudutkan dirinya. Bukankah seharusnya mamak memarahi suaminya yang tega berselingkuh dengan wanita lain.

Di mata mamaknya, Salma mungkin terlalu egois. Ketiga anaknya masih membutuhkan ayah mereka, dan Salma membuat ayah dan anak menjadi berjarak.

Belum lagi masalah biaya. Salma tahu suaminya tidak akan memberikan uang sepeser pun, sebab perceraian ini adalah keinginan Salma sendiri.

Ini tidak adil. Suaminya ingin Salma membiarkan dirinya dimadu. Toh dia tidak akan kehilangan apapun. Dia hanya perlu menerima apa yang dilakukan suaminya di luar sana. 

Tidak! Hati kecilnya tidak rela harga dirinya sebagai wanita diinjak-injak. Selama ini Salma menghormati dan melayani suaminya. Tetapi laki-laki yang dia nikahi justru ingin memperturutkan nafsunya. Suaminya lah yang tidak kasihan kepada anak-anaknya. 

Salma menangis berderai-derai. Dia tidak menyangka kedatangan mamaknya justru mempersalahkan dirinya. Mengapa wanita harus setia kepada suaminya, sementara suami boleh mengkhianati kesetiaan istrinya?

"Seharusnya kau sabar. Laki-laki memang diciptakan seperti itu. Laki-laki bisa mencintai lebih dari satu istri, berbeda dengan kita kaum wanita," tukas mamaknya.

*

Anak-anak Salma terus berlarian di pelupuk matanya. 

Baru beberapa hari mereka tidak berada dalam pelukannya, Salma merasa tersiksa. Apakah anak-anak itu bisa menjaga dirinya? Bagaimana kalau mereka tidak suka makan apa yang disediakan neneknya? Bagaimana kalau mereka tidur digigit nyamuk?

Salma sendiri sekarang jarang makan. Dia merasa tidak bergairah untuk keluar rumah. 

Dulu, hampir tiap hari dia berbelanja ke pasar. Anaknya yang paling bungsu sering minta terong goreng dengan sambal kacang. Salma memilih yang masih muda karena rasanya manis. Sementara anak tertuanya suka makan cumi-cumi pedas olahannya. Dagingnya lembut dan aromanya menggugah selera.

Salma benar-benar merindukan anak-anaknya. Biasanya mereka berebut menceritakan apa yang ditemui seharian di sekolah atau di taman bermain. Semua ingin mendapatkan perhatian ibunya. Sementara ayah mereka selalu sibuk dan pulang larut malam.

Salma ingat kelahiran anak pertamanya, seakan baru saja terjadi minggu lalu. Dia ingat betapa bahagia dia dan suaminya saat itu. Tak ada sedikitpun terbersit akan adanya orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga mereka.

Hari demi hari dia jalani, hingga anak-anaknya sebesar sekarang. Salma  mengurus mereka dengan tangannya sendiri tanpa bantuan siapapun. Dia rela menghabiskan waktunya menjadi ibu bagi mereka. Meninggalkan pekerjaannya sejak anak pertamanya lahir. Tapi seperti ini balasan dari suaminya.

*

Delapan purnama berlalu. Berkali-kali Salma menyaksikan langit menghitam, lalu hujan mengguyur tanpa jeda. 

Kampung gurun membeku kedinginan. Di kejauhan air bah menutupi sekitar rumah penduduk. Pasir dari gunung terus dibawa turun. Untung saja dia berada pada titik aman.

Dia mendengar berita, kampung mamaknya terendam banjir besar. Penduduk diungsikan ke tempat yang aman. Beberapa bantuan mulai berdatangan.

Salma menangis pilu. Air matanya laju laju membasahi pipi.

Kesendiriannya benar-benar memenjarakannya. Dia tak berani bertemu orang-orang. Dia takut dengan pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan menyudutkan dirinya.

Di antara suara hujan, tiba-tiba dia mendengar sebuah bisikan. Entah di kepalanya ataukah di lubuk hatinya.

Bagaimana, apa sekarang kau merasa puas? Apakah kau menikmati keadilan dari perceraian ini? Tapi sepertinya engkau semakin hancur saja!

Salma tersentak. Dia melihat ke sekeliling. Tak ada siapa-siapa.

Sekarang anak-anak itu harus  kehilangan ayah mereka. Bahkan dirimu belum bisa keluar dari rasa sakit. Bisikan itu kembali menghakimi.

"Sesuatu" telah membuatnya merasa bersalah. Sekarang Salma bukan lagi ibu yang baik. Anak-anaknya bahkan tidak bersekolah!

Salma frustasi. Dia menyesal telah salah memilih suami. Dia menderita lahir batin, tetapi mamaknya tak membelanya sedikit pun.

"Tidak! Aku tidak ingin terus babak belur jika perpisahan itu tidak kulakukan. Aku lelah menjadi bulan-bulanan suamiku!" jeritnya seraya menutupkan wajahnya ke dalam bantal. Salma akhirnya tertidur.

Dan ketika dia terbangun paginya, mamaknya sudah menyambutnya dengan tatapan pilu. Petugas akan membawanya ke rumah sakit. Dia akan mendapatkan perawatan sampai benar-benar pulih.

***

Kota Kayu, 1 September 2024

Cerpen Ika Ayra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun