Kampung gurun membeku kedinginan. Di kejauhan air bah menutupi sekitar rumah penduduk. Pasir dari gunung terus dibawa turun. Untung saja dia berada pada titik aman.
Dia mendengar berita, kampung mamaknya terendam banjir besar. Penduduk diungsikan ke tempat yang aman. Beberapa bantuan mulai berdatangan.
Salma menangis pilu. Air matanya laju laju membasahi pipi.
Kesendiriannya benar-benar memenjarakannya. Dia tak berani bertemu orang-orang. Dia takut dengan pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan menyudutkan dirinya.
Di antara suara hujan, tiba-tiba dia mendengar sebuah bisikan. Entah di kepalanya ataukah di lubuk hatinya.
Bagaimana, apa sekarang kau merasa puas? Apakah kau menikmati keadilan dari perceraian ini? Tapi sepertinya engkau semakin hancur saja!
Salma tersentak. Dia melihat ke sekeliling. Tak ada siapa-siapa.
Sekarang anak-anak itu harus  kehilangan ayah mereka. Bahkan dirimu belum bisa keluar dari rasa sakit. Bisikan itu kembali menghakimi.
"Sesuatu" telah membuatnya merasa bersalah. Sekarang Salma bukan lagi ibu yang baik. Anak-anaknya bahkan tidak bersekolah!
Salma frustasi. Dia menyesal telah salah memilih suami. Dia menderita lahir batin, tetapi mamaknya tak membelanya sedikit pun.
"Tidak! Aku tidak ingin terus babak belur jika perpisahan itu tidak kulakukan. Aku lelah menjadi bulan-bulanan suamiku!" jeritnya seraya menutupkan wajahnya ke dalam bantal. Salma akhirnya tertidur.