Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Butiran Salju di Khrushchev

28 Juli 2024   18:26 Diperbarui: 28 Juli 2024   18:44 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Natalia Golik

Sebaiknya jangan dekati saya. Anda tidak akan mendapatkan apa yang Anda pikirkan. Saya akan menjaga kehormatan ini, apapun risikonya!

Sudah lama salju turun dan menutupi kota Moscow. Udara minus dua puluh empat derajat membuat kehidupan membeku. Pemerintah terpaksa mematikan listrik karena urusan politik, disusul krisis pangan yang cukup mengkhawatirkan.

Kaif menatap gadis di depannya tanpa berkata-kata. Dia sangat prihatin dengan hidupnya. Dan sedikit cahaya lampu jalan di atas kepala mereka, memperlihatkan bahwa Rasya masih sangat sedih karena peristiwa semalam.

Remaja itu melepaskan mantelnya, menawarkannya untuk gadis itu. Mereka bertetangga di rusun pemerintah, namun tak terlalu akrab sebelumnya. Gadis itu memeriksa wajah Kaif dan merasa sedikit curiga. Dia lalu menolaknya.

"Kita akan melanjutkan perjalanan. Aku hanya khawatir dengan keadaanmu..." 

Rasya menepiskan tangannya. Kemudian mereka meneruskan perjalanan. Gadis itu merasa sangat lapar karena sejak kemarin belum makan, tetapi dia tidak ingin mengatakannya pada Kaif. 

Keduanya kini larut dalam pikiran masing-masing. Tak ingin saling mengganggu dengan hal-hal kecil. Sesekali mereka berpapasan dengan mobil yang coba dihentikan, namun mobil itu terus saja berlalu.

Kaif, mungkin hanya sesekali melihat Rasya ketika sama-sama menghuni rusun pemerintah. Dia sibuk dengan pekerjaannya di peternakan, dan gadis itu dengan kemelut di hatinya.

Jika dicermati, memiliki ayah yang bekerja, serta ibu yang sepanjang hari berada di rumah serta dua adik perempuan, seharusnya menjadikan hidup Rasya menjadi sempurna. Kaif tidak mempunyai keberuntungan semacam itu. Dia tidak pernah merasakan kehangatan makan malam bersama sebuah keluarga yang lengkap.

"Mereka sibuk dengan hal lainnya dan melupakan anak sepertiku. Saat itu mati lampu di semua tempat. Hanya ada aku dan laki-laki jahat itu yang mencoba menghancurkan semuanya!" gadis itu tidak berhenti mengalirkan kesedihannya dengan air mata yang terus turun di pipinya. 

Kaif melihat ketakutan masih menguasai gadis itu. Dia mencengkram kain yang menutupi tubuhnya yang diberikan Kaif. Maka tanpa menunggu lama, ditembusnya lorong gelap dan menyambar jemuran pakaian di balkon luar. Gadis itu menerimanya meski setengah hati. 

"Aku turut sedih karena kejadian ini. Tetapi perasaan trauma dan takut tidak akan menyelesaikan masalah. Kau harus menghadapi orang jahat sekalipun. Aku akan menjadi sahabat terbaikmu!"

Rasya menggeleng pasti. "Tidak ada kasih sayang di sana," sahutnya. 

Keduanya kembali terdiam. 

Sejak invasi menghancurkan negaranya, kebahagiaan disimbolkan dengan warna kelabu yang bisa bermakna penderitaan dan kehilangan. Perang bisa membuat apa saja menjadi mungkin, termasuk satu rahasia lagi yang belum diceritakan gadis itu.

Kaif mengabaikan kendaraan yang baru saja melewatinya. Dia hanya berjalan dan menunduk di sisi gadis itu. 

Sekarang dia berusia delapan belas tahun. Mungkin sudah saatnya dia merasakan jatuh cinta kepada seorang gadis. Sebab seluruh tulangnya turut merasakan ngilu saat memandang wajah gadis itu. Dia benar-benar merasa terpanggil untuk melindunginya.

Ayah Rasya yang dianggapnya cukup ramah kepada tetangga, tak disangka memiliki affair dengan wanita lain. Dia berkilah dengan banyak  alasan untuk menyembunyikannya dan membuat suasana rumah menjadi seperti di neraka.

"Ibu menjadi frustasi karena ayah sangat  dicintainya..."

Kaif mencoba menyemangati gadis itu. Justru dia tidak boleh meninggalkan ibu dan kedua adiknya saat ini. Bukankah ikatan keluarga itu sedang melemah dan mereka harus merawatnya kembali?

"Sebenarnya, amat memalukan memiliki ayah seperti itu. Di saat ayah-ayah lain mampu melindungi keluarga mereka, aku justru mempunyai ayah yang menyakiti kami..." sahutnya.

Kaif meraih tangan gadis itu, menggandengnya sepanjang mereka melalui jalanan yang ditutupi oleh salju.

Remaja itu perlahan belajar tentang sesuatu yang akan dibawanya di masa depan. Entah kapan, ketika dia menemukan jodohnya suatu hari nanti, dia tahu bahwa komitmen dan kasih sayang dalam keluarga menjadi sangat penting bahkan bagi seorang anak. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaganya.

*

Pagi yang begitu hening, tiba-tiba digemparkan berita tertangkapnya seorang lelaki yang nyaris memperkosa anak di bawah umur. Beberapa orang segera menghajarnya di bawah tangga lantai tiga, sebelum petugas datang mengevakuasi.

Kaif menatap dengan geram, dan bersama-bersama penghuni rusun lainnya pergi ke balkon dan mengamati ke arah bawah. Mobil petugas membawanya pergi menjauhi gedung.

Sayang sekali Rasya tidak ikut menyaksikan kejadian ini. Gadis itu tak pulang sejak pekan yang lalu. Di hari terakhir mereka bersama, Rasya minta diantarkan ke rumah salah seorang kerabatnya. 

Sejak perpisahan itu, Kaif tak selera makan dan lebih banyak termenung di kamarnya. Dia merindukan wajah sendu milik gadis itu dan ingin sekali membuatnya kembali tersenyum.

Dia memutuskan mengunjungi orang tua gadis itu untuk mengungkapkan pembelaan. Tak adil rasanya seorang gadis harus keluar dari rumahnya sendiri di tengah dinginnya salju. 

Ketika dia hampir mengetuk pintu, didengarnya ayah gadis itu menghardik istrinya. Mereka bertengkar karena wanita penggoda itu sudah dilabrak di depan banyak orang. 

Kaif lalu mengurungkan niatnya, dan terduduk lesu di balkon dekat kamarnya. Diam-diam dia mulai menangis.

Belasan tahun yang lalu, ibunya terkena serangan bersenjata dan menghembuskan napas sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.

Kaif kecil kemudian diselamatkan warga sipil yang merawatnya hingga sekarang. Dari pria itu, Kaif belajar tentang kasih sayang. Sesuatu yang diberikan secara tulus atas nama Sang Pencipta.

Kaif bukan darah dagingnya, tetapi pria itu merasa bahagia setiap kali memberikan sekedar makanan atau mainan yang diinginkan Kaif kecil. Hingga dia tumbuh besar dan mendapatkan pekerjaan, pria itu mulai sakit-sakitan dan Kaif merawatnya.

"Aku merindukanmu..." bisiknya perih.

Satu sisi hatinya turut terluka demi mendengar hardikan ayah gadis itu. Meski bersalah, dia terus mempertahankan diri di hadapan istri dan anaknya. 

Ternyata mempunyai keluarga yang utuh tidak selalu menjanjikan apa yang diharapkan. Seperti negara yang besar, terus saja mencari cara untuk mendapatkan semua dari muka bumi. Benar saja apa yang dikatakan gadis itu. Kebahagiaan menjadi kelabu. Hanya ada penderitaan dan kehilangan.

*

Salju masih betah menutupi kota Moscow. Kaif diberhentikan dari pekerjaannya karena terbukti menjual salah satu ternak dan menggelapkan hasilnya. 

Petugas menunda interogasinya karena insiden kebakaran sehingga dia terus berstatus tahanan.

Rasya telah pulang ke rumahnya karena dijemput sang ayah dua pekan sebelumnya. Kaif sempat merasa gembira dan menganggap ini pertanda yang baik.

Ternyata remaja itu salah! 

Rasya menyelipkan secarik kertas kepada tetangganya untuk disampaikan kepada Kaif. Dalam surat itu dia mengungkapkan rasa sedihnya karena ayahnya  menjadikannya tebusan utang. Uang yang dihabiskan untuk menyenangkan wanita lain itu ternyata berasal dari rentenir. 

Gadis itu juga mengatakan bahwa dia bukanlah anak kandung dalam keluarga itu. Itulah mengapa dia selalu diabaikan, sampai seseorang ingin merenggut kehormatan dirinya ketika itu.

Kaif tak punya pilihan. Dia sudah kehilangan ayah angkatnya, dan kini akan kehilangan gadis malang yang dicintainya.

Tetapi pada hari dia diinterogasi petugas, tersiar kabar seorang gadis menjatuhkan dirinya dari lantai sekian rusun tempat tinggalnya. 

"Tulang-tulangnya patah dan dia telah menghembuskan napas terakhirnya..." seru seseorang yang memeriksa keadaannya. 

Orang-orang segera menutup mulut mereka dan melihat ke arah langit. Ketika itu butiran salju terus turun menutupi kota Moscow.

***

Kota Kayu, 28 Juli 2024

Cerpen ini disertakan dalam event sayembarapulpenxvi 

Ika Ayra, menyukai cerpen bergaya terjemahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun