Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Menunggu Musim Hujan Tiba

7 April 2024   07:21 Diperbarui: 7 April 2024   07:22 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.quora.com/Bagaimana-cara-ramah-untuk-mengusir-pengunjung-restoran-yang-datang-hanya-untuk-numpang-wifi-dan-ngadem

Udara panas di luar semakin memperpanjang langkah pejalan kaki. Semua orang menjadi tidak sabar ingin segera sampai ke tujuannya. 

Alaya menundukkan pandangannya. Dia menatap gelas kopinya dengan perasaan tak menentu. Apa yang baru saja dia katakan kepada Barkley?

Barkley membeku di sisi kiri meja. Dia terus mengarahkan pandangannya menembus kaca jendela. Shock dengan jawaban dari gadis itu.

Alaya baru saja menolak cintanya. Tetapi kenapa? Bukankah dia selalu bersikap sopan dan menghormati gadis itu?

Barkley masih tak percaya. Dia berharap semua hanyalah mimpi. 

Alaya memang keras kepala. Sudah banyak yang mengatakan demikian. 

Gadis itu terdiam di kursinya. Dia menyalahkan dirinya. Tetapi di sisi lain dia tidak bisa menerima Barkley atau siapapun masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Mereka adalah orang asing!

Semula Alaya mengira Barkley hanya mengajaknya minum kopi dan ngobrol ringan seperti biasa. Gadis itu tidak akan keberatan. Tapi untuk berkomitmen sebagai pasangan kekasih, dia merasa sangat takut.

Barkley memang tampan. Alaya pun menyukainya. Tetapi Alaya tak ingin Barkley mengutarakan perasaannya seperti saat ini. Pernyataan cinta yang baru didengarnya, seperti mimpi buruk. )

Gadis itu juga pernah merasakan genggaman tangan Barkley saat mereka nonton film horor di bioskop. Alaya juga sering berdiri terlalu dekat dengannya sampai mengenali aroma body soap yang digunakan pemuda itu.

Ditatapnya kembali suasana jalan di luar kafe. Debu jalan menempel di kaca pertokoan seberang kafe.

Bulan lalu Alaya dan Barkley mencari sebuah gaun di sana. Alaya menginginkan gaun brokat putih untuk pesta ulang tahunnya. Pemuda itu memilihkan gaun dengan lengan model balon berbahan silky. 

Alaya adalah tipikal gadis yang sempurna di mata Barkley. Selain kecantikannya yang mempesona, Alaya juga memiliki hati yang lembut seperti malaikat.

Namun, tetap saja kedekatan di antara keduanya hanyalah sebatas persahabatan bagi gadis itu. 

*

Akhir-akhir ini, hujan senang membasahi kota Dream town. Warga pun menyambutnya penuh suka cita. Tak ada lagi rasa gerah saat berada di luar rumah. Pohon-pohon terlihat segar dan kembali bertunas.

Barkley terdiam di sisi pusara ibunya. Dia menatap kelopak bunga yang baru saja dia taburkan. Matanya begitu sayu. Dia begitu merindukan nyonya Mariot.

"Ibu, aku gagal memenuhi keinginanmu. Aku belum berhasil menjadikan gadis pilihan ibu sebagai kekasih. Mohon maafkan aku..."

Tak ada suara apapun. Suasana makam amat hening. Semilir angin membuatnya berlama-lama di sana.

Bertahun-tahun lalu saat nyonya Mariot sakit, dia selalu berada di sampingnya untuk menemani. Barkley bahkan meninggalkan kampusnya demi wanita yang telah melahirkannya. Tidak ada yang lebih penting dari itu.

Suatu ketika ibunya bercerita bahwa semasa kecil dia telah dijodohkan dengan anak gadis sahabatnya. Mereka telah berjanji persahabatan keduanya harus abadi.

Barkley merasa sedikit kecewa, tapi dia ingin menyenanglan hati ibunya. Dia pun mulai mencari alamat gadis itu. 

Saat tiba di sana, Barkley memperkenalkan diri pada nyonya Tam. Ibunya benar, wanita itu sangat ramah. Nyonya Tam menceritakan bagaimana persahabatan dirinya dengan myonya Mariot sejak remaja. Tetapi Barkley belum beruntung bertemu dengan gadis itu.

Barkley merasa penasaran, apakah dia bisa melanjutkan keinginan ibunya. Tinggal selangkah lagi dia akan bertemu dengan gadis itu. Mereka satu kampus dan berbeda fakultas. Akhirnya dia memutuskan menemuinya tanpa memberitahukan maksudnya.

Angin dingin meniup wajah pemuda itu. Aroma bunga makam tercium lembut. Barkley tersadar dari lamunamya.

Dia membaca pesan masuk di gawainya. Alaya, gadis itu menunggunya di kafe tempat mereka biasa bertemu. Barkley bergegas ke sana, dan berharap mendung di langit memberinya kesempatan di jalan.

Setibanya di sana, gadis itu menyambutnya dengan tersenyum. 

Hujan tiba-tiba mengguyur jalanan di depan kafe. Alaya dan Barkley takjub untuk beberapa saat.

Jalanan di depan kafe mendadak sepi. Tak ada lagi orang berlalu-lalang di bawah cuaca panas. Debu-debu yang menempel di kaca pertokoan pun sudah tak terlihat. Ruangan kafe yang dilengkapi pendingin udara, terasa semakin sejuk.

Barkley tersentak saat tangannya tiba-tiba digenggam. Dia melihat wajah gadis itu berbeda dari biasanya. Tampak malu-malu dan kikuk.

"Aku ingin bertanya sesuatu," katanya

"Tentu saja."

"Apakah kau masih mempunyai perasaan yang sama? Apakah aku bisa mengubah jawabanku waktu itu?"

Barkley mendengarnya dan segera merasa jantungnya melompat. Ada apa dengan gadis itu? Apakah di dunia ini ada orang yang menyesal dan ingin memperbaiki jawabannya? 

"Ternyata aku merasa sedih ketika kau mulai menjauhiku. Aku bahkan tersiksa ketika kau tak lagi menelepon. Ternyata aku membutuhkan perhatianmu. Apakah itu bisa dipahami?"

Barkley mengangguk-angguk sambil menundukkan pandangannya. Dia ingin meminum kopinya selagi masih hangat.

***

Kota Kayu, 7 April 2024

Cerpen Ika Ayra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun