Barkley merasa sedikit kecewa, tapi dia ingin menyenanglan hati ibunya. Dia pun mulai mencari alamat gadis itu.Â
Saat tiba di sana, Barkley memperkenalkan diri pada nyonya Tam. Ibunya benar, wanita itu sangat ramah. Nyonya Tam menceritakan bagaimana persahabatan dirinya dengan myonya Mariot sejak remaja. Tetapi Barkley belum beruntung bertemu dengan gadis itu.
Barkley merasa penasaran, apakah dia bisa melanjutkan keinginan ibunya. Tinggal selangkah lagi dia akan bertemu dengan gadis itu. Mereka satu kampus dan berbeda fakultas. Akhirnya dia memutuskan menemuinya tanpa memberitahukan maksudnya.
Angin dingin meniup wajah pemuda itu. Aroma bunga makam tercium lembut. Barkley tersadar dari lamunamya.
Dia membaca pesan masuk di gawainya. Alaya, gadis itu menunggunya di kafe tempat mereka biasa bertemu. Barkley bergegas ke sana, dan berharap mendung di langit memberinya kesempatan di jalan.
Setibanya di sana, gadis itu menyambutnya dengan tersenyum.Â
Hujan tiba-tiba mengguyur jalanan di depan kafe. Alaya dan Barkley takjub untuk beberapa saat.
Jalanan di depan kafe mendadak sepi. Tak ada lagi orang berlalu-lalang di bawah cuaca panas. Debu-debu yang menempel di kaca pertokoan pun sudah tak terlihat. Ruangan kafe yang dilengkapi pendingin udara, terasa semakin sejuk.
Barkley tersentak saat tangannya tiba-tiba digenggam. Dia melihat wajah gadis itu berbeda dari biasanya. Tampak malu-malu dan kikuk.
"Aku ingin bertanya sesuatu," katanya
"Tentu saja."