"Yah, nanti saja diobrolin kalau Neng Julia sudah bisa ditelepon. Permisi dulu, ya Neng Jessy. Ibu banyak kerjaan...."
Aku menghempaskan tubuhku di kursi. Seribu pertanyaan berkecamuk di benakku. Mengapa sahabat seperti Julia melakukan ini semua? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah dia sudah tidak menganggap aku sebagai sahabatnya?
Kamar kami hanya dipisahkan oleh satu kamar lainnya. Paling tidak dia bisa memberitahuku kalau ingin mencari kos dengan fasilitas lebih baik. Aku tidak akan ragu untuk mengikutinya asalkan persahabatan kami tidak dipisahkan oleh jarak yang mungkin tak seberapa. Atau apakah dia mengalami semacam teror yang membuatnya harus pergi?
*
Aku sengaja datang lebih awal dan memilih meja dekat jemdela untuk menunggu Julia. Akhirnya gadis itu menghubungiku dan kami akan bertemu pada hari ini.
Tadi pagi aku bangun pagi-pagi sekali dan mencari sarapan nasi uduk dan telor asin tak jauh dari salon rambut langgananku.Â
Kepada Nency aku meminta agar rambutku di-treatment dan ditata seindah mungkin. Riasan wajahku juga harus segar agar aku bisa menguatkan Julia dengan aura yang memberi semangat.
Aku tahu hari ini akan menjadi hari yang istimewa. Itu sebabnya aku harus menyiapkan diri. Aku juga siap mendengar cerita apapun dari sahabatku. Kemana saja dia selama ini dan mengapa tak menghubungiku barang satu huruf pun.
"Jessy...." sebuah suara yang familiar membuatku menoleh seketika.
Julia merentangkan tangannya dan aku meninggalkan kursiku, menghambur ke pelukannya. Betapa rindunya pada sosok cantik Julia. Aku bahkan membuat skets wajahnya dalam buku harianku. Berbagai cerita persahabatan kami juga kutuliskan di sana.
Saat Julia melepaskan pelukannya, tetlihat air mata berderaian di wajahnya. Dia menangis dan kembali memelukku. Kali ini begitu hangat dan erat.Â