Terbiasa dengan pemanas air serta kompor listrik, tetapi kali ini kami harus sedikit bekerja keras. Bahkan untuk mencuci piring, kami harus memanaskan air dengan oven yang dibuat dari besi tuang.Â
Sebenarnya batubara nampak berkilau saat Jorg memanggang sayuran ke dalamnya. Namun makanannya belum juga matang. Kami lalu menambahkan briket. Berhasil. Sayuran matang dan aromanya sangat mengundang selera.
*
Malam hari di Remsow, selalu terasa hangat dan akrab. Sekalipun waktu terasa lambat, kami benar-benar jatuh hati.
Berada di tempat yang asing, sekaligus merasa begitu menyatu dengan keindahan kesederhanaan yang disuguhkan.Â
Sebenarnya beberapa ratus meter dari sini terdapat tempat pembusukan. Bangunan ini bisa saja lenyap tanpa bekas. Tetapi inilah mengapa kami sangat mengapresiasi orang-orang yang peduli dengan sejarah, mempertahankannya untuk sebuah nilai.
"Aku tidak menyangka papa benar soal hantu itu!" kata Mary tiba-tiba. Dia berbaring di sebelahku sementara Jorg pergi menyiapkan kayu bakar cadangan.
Aku menatap putri kami, persis saat dia masih kecil. Berusia lima tahun, dan bercerita tentang apa saja sebelum kami tidur.
"Tapi ini benar, Ma. Terkadang aku melihat anak lelaki seusiaku melintas lalu menghilang entah kemana. Dia sempat menatapku atau tersenyum. Tetapi saat aku bertanya siapa namanya, dia tidak pernah menjawab...."
Aku melihat ke langit-langit. Mungkin putri kami hanya berimajinasi. Saat seseorang berada jauh dari keramaian, sendirian, berbagai pikiran yang tersimpan dan tidak nyata, akan menjelma seperti sebuah kenyataan.
"Mama tahu, anak lelaki itu selalu menghindariku. Dan saat aku mengejarnya masuk ke rimbunan daun, bahkan sampai jauh ke dalam, aku tidak menemukan siapa-siapa. Tiba-tiba aku merasa berada dalam perangkap. Untunglah akhirnya aku bisa keluar dari sana!"