Tidak. Aku hanya tidak ingin semua menjadi berlarut-larut. Kematian nyonya Karren akan menyulitkan beberapa orang jika aku tidak segera memecahkan masalah ini.
Pertama, dia adalah Nancy, sepupu nyonya Karren yang minum teh pada sore sebelumnya. Selain membawakan beberapa gulung benang wol untuk merajut, seperti biasa mereka berbincang-bincang tentang alasan Nancy belum juga menikah. Aku memang tidak mendengar semuanya tapi kurasa tidak ada yang aneh.
Kedua, Suster Marry yang datang pukul sepuluh dan membawakannya karangan bunga. Ini juga bukan hal yang aneh karena Suster Marry senang mengunjungi lansia sambil membagikan roti cokelat hasil donasi.
Orang ketiga adalah Joe, yang membawakan kue kismis dan kopi.Â
Tunggu, kopi?
Bukankah nyonya Karren tidak disarankan mengonsumsi kafein dan gula yang melampaui takaran?
"Gula maksimum empat sendok makan (50 gram per hari), garam maksimum satu sendok teh (2 gram per hari)"
Aku membaca kembali peraturan yang dicetak kertas dan ditempel di dinding ruang makan.
"Jadi adikmu itu memberi kopi untuk ibu?" suamiku membentak.
"Sayang, aku memang melihat Joe membawa cangkir kopi dan duduk bersama ibu saat merajut jaket untuk Clay. Tapi mungkin saja Joe yang meminum kopi itu, bukan?"
"Aku selalu berusaha berpikir bahwa kau juga mencintai ibuku. Tapi lihat bagaimana kau berusaha membela adikmu saat ibu sudah..."