Selain itu, semasa remaja saya juga menemukan lirik lagu dari band favorit, Sheila on 7 yang salah satu penggalannya seperti ini:Â
Genggam tanganku saat tubuhku terasa linu
Kupeluk erat tubuhmu saat dingin menyerangmu
Kita lawan bersama, dingin dan panas dunia
Saat kaki t'lah lemah kita saling menopang
Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati
Sampai jumpa di kehidupan yang lain
Bukan main.Â
Dalam lagu ini saya melihat harapan cinta yang tidak mudah goyah. Mereka memimpikan akan saling mengasihi sampai tua, sampai renta, sampai mati, dan memimpikan akan bertemu lagi di kehidupan berikutnya.
Maka terbetik pertanyaan di dalam hati, bagaimanakah caranya sepasang suami istri bisa terus saling setia dan solid dalam rentang waktu yang lama?
Belajar dari Bunda Roselina dan Ayahanda Tjiptadinata
Setelah bergabung di "rumah bersama" ini, dan menemukan kisah pengalaman maestro Kompasiana, Ayahanda Tjiptadinata dan Bunda kesayangan Roselina; saya pun mendapatkan jawaban pertanyaan tersebut.
Mari mengingat sejenak.
Dalam biduk rumah tangga, seorang suami adalah nahkoda yang akan menentukan arah perjalanan. Tentunya seorang suami ingin membawa seisi kapal menuju pulau harapan, pulau bahagia, dengan selamat sentosa.Â
Tetapi di sisi lain, selama berlayar tidak mustahil kapal akan menemukan terpaan hujan badai dan angin kencang. Berbagai hambatan, tantangan, dan ujian dalam rumah tangga ibarat ombak yang akan datang silih berganti menghampiri.Â
Kita ambil contoh salah satunya adalah situasi ekonomi yang terpuruk.
Di sinilah peran istri dibutuhkan untuk menjadi teman yang baik. Menyokong keadaan nahkoda kapal agar bisa melewati dengan baik terpaan badai yang datang.
Kesetiaan istri seakan diuji. Apakah istri akan tetap bertahan, atau berlalu?