*
Sejak sore aku termenung di tepi sungai yang hangat. Sekarang sudah hampir jam dua belas malam.Â
Siapa yang menyangka bos besar kami terlilit hutang. Aku dan yang lainnya kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba karena kantor disegel. Rasanya dunia runtuh, benar-benar runtuh karena aku tidak mempunyai koneksi di tempat lain.
Bulan lalu, tabunganku terkuras karena dokter menyatakan aku menderita pneumonia. Padahal jika semua baik-baik saja aku bisa menggunakannya sebagai modal usaha.
Aku harus memulai semuanya dari nol. Mungkin juga aku harus menjadi gelandangan karena tidak mempunyai 150 euro untuk membayar sewa tempat tinggal.
Kurasa ini tidak terlalu sulit, kecuali karena aku patah hati dan harus menjalani operasi dalam waktu dekat.
"Hai ..."
Aku mendongak. Suara ini sudah tidak asing di telingaku.Â
Sharah, memang dia.Â
Apa yang dilakukannya bersama Anton di hadapan pecundang sepertiku?"
"Kami punya berita baik. Apakah kau mau menulis 600 halaman untuk diterbitkan?"