Eh, itu dia!Â
Aku buru-buru masuk mobil, tahu gadis itu tetap licin meski dengan roda empatnya.
Dia terlalu brutal, jika diukur dari parasnya yang cantik. Menurut asisten Pak Alex, gadis itu menolak ibu tirinya sejak awal. Ada banyak pengasuh yang berganti-ganti, tak satu pun betah lama-lama.
Elena berbelok ke jalan Darmawangsa, ini bukan kafe yang biasanya. Dia berhenti di depan apotik, sepertinya membeli vitamin. Akhir-akhir ini dia terlihat pucat. Tapi seingatku belum pernah check up ke dokter.
Aku mengintip dari pintu kaca, sepertinya aku harus masuk.Â
"Bawa resep, Pak?"
Resep? Bodoh! Aku harus bilang apa pada penjaga apotik?
"Saya perlu minyak kayu putih, Mbak. Yang ukuran sedang saja ya..."
Si Mbak tersenyum-senyum. Dipikirnya laki-laki bertubuh tegap butuh minyak kayu putih juga. Sial!
Aku masuk mobilku, tak sempat minum air mineral karena gadis itu keburu cabut. Apa yang dia beli tadi, tespek? Untuk apa?
Kami beriringan melalui jalanan padat. Gadis itu terus melaju ke arah stasiun kereta. Bunyi klakson di belakangku memperingati. Maaf Kawan, aku tak boleh kehilangan jejak kali ini.