Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saya Tak Ingin Berpisah dari Kompasiana, Anda Juga?

24 Oktober 2022   10:12 Diperbarui: 24 Oktober 2022   11:41 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HUT 14 Tahun Kompasiana | foto dari kompasiana.com

Sekali dua kali, saya atau Sahabat Kompasianer pernah dikecewakan oleh dinamika menulis di rumah bersama ini, bukan? Saat berstatus debutan, tulisan yang dibuat dengan susah payah, harus dihapus oleh admin karena ternyata menyalahi aturan Kompasiana.

Atau, saat K-reward yang Sahabat terima biasanya cukup untuk jajanin anak, tiba-tiba meski jumlah view meningkat dari biasanya, tetapi jumlah yang diterima hanya Rp 10.000 karena anggapan adanya indikasi view tidak organik.

Atau kekecewaan-kekecewaan yang lain. Terlalu lama menunggu datangnya centang BIRU di belakang nama Sahabat, misalnya.

Wow, sepertinya cukup banyak alasan yang bisa mendorong saya dan Sahabat Kompasianer berpisah dari blog keroyokan ini, yaa?

Motivasi menulis di Kompasiana

Ini adalah cara pertama yang saya gunakan untuk menyelamatkan diri dari badai perpisahan. Saya mengingat kembali apa tujuan awal saya bergabung dan melengkapi data diri.

Terdengar klise, sebab saya ingin meramaikan literasi, dan ingin meninggalkan bacaan untuk adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah. 

Semasa remaja dulu, saya banyak membaca buku-buku karya orang lain. Bayangkan jika mereka tidak menjadi penulis, bagaimana saya bisa menambah wawasan, pengetahuan, bahkan sekedar hiburan? Saat itu buku fisik adalah primadona, tak ada gawai apalagi media sosial seperti sekarang.

Banyak godaan di luar sana

Tidak dipungkiri, setelah beberapa kali mendapat "surat cinta" dari admin Kompasiana tentang pelanggaran yang dibuat, rasa nelangsa itu ada.

Belum paham benar segala aturan yang berlaku, meski sebenarnya tercantum dalam FAQ Kompasiana. Umumnya karena "penghuni baru" belum membacanya, dan belum banyak mengetahui seluk-beluk rumah kedua mereka, termasuk saya.

Ketar-ketir di hati sampai-sampai saya pernah menyiapkan email baru untuk mendaftar lagi dengan nama yang sedikit berbeda. Tapi apa iya?

Saya mulai berpikir, apakah tidak sebaiknya saya mencari "rumah" yang lain? Di luar sana ada banyak media online yang juga menarik untuk diikuti. Tapi tunggu, apakah semudah itu? Apakah mereka bisa menerima saya?

Beberapa teman juga nyambi menulis di situs lain. Dari cerita yang beredar, rumput tetangga tampak lebih hijau pastinya. Tetapi di saat yang bersamaan, saya terus mendapatkan sematan Artikel Utama, berikut smurf (membiru) saat saya genap setahun lebih seminggu berkompasiana.

Jika ditanya, dimana saya pertama kali memulai literasi, saya memang tidak memulai titik nol di beyond blogging ini. Tetapi saya memulainya dengan blog pribadi dan blog bersama lainnya.

Namun harus saya akui telah meninggalkan keduanya karena melihat Kompasiana adalah situs yang ramah SEO, selain menawarkan kesempatan untuk belajar dari Kompasianer yang lebih senior. Jadi jelas, saya bertumbuh di sini.

Mendapat sahabat adalah nilai plus berkompasiana

Setelah lika-liku yang tidak mudah, akhirnya saya tahu ada alasan kuat mengapa saya tidak ingin berpisah dari Kompasiana. Persahabatan.

Jujur saja, pada akhirnya pendamping hidup saya memang melontarkan pertanyaan yang membuat merah telinga. 

"Untuk apa dapat Headline, kalau ngga dapat cuan?" Bagai disambar gledek rasanya. Eh.

Saya pun merenung. 

Apakah niat baik saya akan merasa dirugikan dengan hilangnya kesempatan mendapatkan K-reward selama beberapa bulan terakhir? Apakah saya harus menyudahi kegiatan menulis yang belakangan menyelamatkan saya dari kejenuhan?

Bisa dikatakan rumah bersama ini telah mengembalikan gairah hidup saya yang sempat hilang. Merasa tidak berharga bahkan meski kami mempunyai tiga putri yang membutuhkan perhatian.

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi
Belum persis seminggu, ketika sebuah kejutan datang sebagai jawaban kegundahan ini. 

Tidak ada angin, tidak ada hujan, seorang kompasianer tiba-tiba menghadiahkan laptop yang biasa ia gunakan. 

Lalu seorang sahabat lainnya berkata, "Artinya, Mbak Ayra ngga boleh berhenti menulis. Mbak Ayra ngga direstui untuk berpisah dengan Kompasiana!"

Hmm... sungguh?

Saya mulai memperhatikan bagaimana reaksi suami dengan kejutan yang saya terima. Lalu berpikir-pikir, apakah adil jika persahabatan yang saya terima, saya hapus begitu saja?

Bukankah dulu saya tidak perlu membayar psikiater untuk mengatasi masalah saya? Saya cukup bergabung dengan Kompasiana dan menuangkan isi hati, baik kesedihan, kebahagiaan, angan, juga opini yang terendap selama ini.

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi

Ada banyak sahabat di Kompasiana yang menyapa, mengapresiasi tulisan, bahkan memberikan buku mereka sebagai tanda persahabatan dan kenang-kenangan. Ada beberapa majalah terbitan luar negeri, liontin crystal, totebag, juga sekotak kue mocci premium. 

Saya tidak ingin habis manis sepah dibuang. Tidak ingin kisah manis dalam dua tahun terakhir menguap hanya karena cuan. 

Dan kopi darat yang terjadi dengan beberapa kompasianer, telah menguatkan hati saya untuk tetap bergandengan tangan bersama Kompasiana tercinta.

Foto: event kjog kompasiana
Foto: event kjog kompasiana

Selamat HUT Kompasiana. Bersamamu, kutemukan diriku kembali.

Ayra Amirah untuk Kompasiana

hut kompasiana event kjog eventkomunitasoffline eventkomunitasonline

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun