Seorang pria mempunyai semacam feeling tentang gadis yang pantas untuk menjadi pasangannya kelak. Dan ini juga yang kurasakan saat pikiranku menolak kehadiran Emily. Ternyata cinta tak mau pergi begitu saja, aku malah memburu dan menikmatinya.
Begitulah, sejak kedatanganku ke rumah Ibu Kepala, aku dan Emily menjadi semakin akrab. Ternyata aku dipertemukan dengan gadis berbakat yang mencintai anak-anak dan musik sekaligus.
Kapanpun Emily menghubungi untuk meminta bantuan, Joe si pria sejati selalu siap.Â
Mengumpulkan anak-anak untuk mendengarkannya bermain musik dan menyanyi, membacakan dongeng, berkebun, bahkan bermain apa saja layaknya anak play group.
Bahkan saat tiba waktu Emily harus mengenalkan literasi kepada anak-anak balita yang dibawa pengunjung perpustakaan, dengan senang hati aku turut mendampingi dan memberi semangat.
Aku bahkan mendapat ilmu yang menarik, bagaimana cara mendongeng untuk anak-anak usia tiga sampai lima tahun.Â
Program dari Ibu Kepala tampaknya diterima masyarakat dan berhasil mencapai target. Setidaknya ini menurut pengamatanku. Buku fisik menjadi pilihan menarik di era sekarang.Â
Para orang tua hanya perlu meluangkan waktu untuk mengajarkan nilai budi pekerti kepada anak-anak. Sebenarnya ini poinnya. Dan orang-orang seperti Emily patut mendapat dukungan, bukan?
Dua tahun kemudian...
"Kau sudah dibutakan oleh cinta!" Jamal, rekan sekerjaku meledek.
"Gadis seperti Emily punya seribu rencana untuk hidupnya. Dan kau bukan bagian di dalamnya..."
Aku tercenung. Kata-kata Jamal ada benarnya.Â