"Namanya Emily, gadis di balik buku yang wajahnya hanya terlihat separuh saat kau menemukannya."
Oh, ternyata dia magang di sini? Aku segera mengangguk tanda memahami sekaligus menerima tugas yang diberikan nyonya Robert, Kepala Kepegawaian Perpustakaan.
Tapi, tadi nyonya Robert bilang dia alergi pada gadis itu. Maksudnya, tidak suka?
*
Sebuah buku kumpulan dongeng Ubur-ubur dan Ikan Kaca berdiri tegak di antara sepasang tangan. Jari-jarinya lentik dan kulitnya putih. Aku melihat separuh wajah di balik kacamata bundar mirip milik Harry Potter, itu pasti Emily.
Ternyata selain menyukai genre thriller dan misteri, gadis itu juga suka membaca buku dongeng anak-anak. Sejujurnya aku tertarik dengannya, apakah sebaiknya aku mengajaknya berkenalan?
Pertanyaan itu seperti pengadilan yang membuat keputusanku maju-mundur. Jatuh cinta kepada seorang gadis adalah hal yang alamiah, bukan? Lalu mengapa aku takut dengan bisikan hatiku sendiri. Bukankah patah hati itu soal lain?
"Halo..." tiba-tiba saja gadis di balik buku itu sudah menatapku dan menyapa. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya lagi.
Ternyata dia memiliki jenis suara yang renyah dan nada yang enak didengar. Tapi apakah dia menyukai pria sepertiku? Setidaknya akhir-akhir ini aku sudah berusaha  merapikan penampilanku. Bahkan seorang teman juga membantuku memilih parfum yang cocok.Â
"Ayo silahkan duduk," katanya sambil menertawai sikap kikuk yang tak dapat kusembunyikan. Terus terang aku belum pernah jatuh cinta sebelumnya.
Aku lalu duduk di seberang gadis itu. Meja di antara kami cukup lebar, semoga itu bisa menolongku.