Sampailah mereka di sebuah negara bernama Somalia, dimana orang-orang kulit hitam sedang melakukan upacara adat.
Mimi tak memahami bahasa orang-orang itu, tetapi dia dan adiknya mendengar jeritan kesakitan dari dalam kamar sebuah rumah.
Rupanya sebelum menikah, anak-anak perempuan harus lebih dulu menjalani ritual turun-temurun dari nenek moyangnya.Â
Mutilasi genital perempuan (MGP) sangat kejam dan merupakan sebuah penyiksaan karena memotong sebagian atau keseluruhan organ kelamin luar anak perempuan. Terkadang malah dirusak, dicongkel, atau dibakar.
Tujuannya untuk menandai peralihan ke masa dewasa, menjaga kesucian, menjaga keperawanan, bahkan keindahan.
Mereka yang tidak melakukan ritual ini dianggap kotor dan disebut pelacur, pantas untuk diasingkan dari masyarakat.
Sebagai dampaknya, korban akan mengalami pendarahan, infeksi tetanus, luka yang sulit sembuh (ulserasi), demam tinggi, retensi urin, infeksi saluran kencing, trauma psikologis, depresi, demam tinggi, sampai berujung kematian.
Pengalaman menyakitkan tersebut turut dirasakan gadis kecil berusia lima tahun dalam buku yang dibaca Mimi dan Koko.Â
Diceritakan gadis itu kemudian tumbuh besar dan menjadi top model terkenal yang pemberani.Â
Bersama rekannya, seorang jurnalis, dia menyuarakan kekejaman atas nama budaya yang dibawa kaum imigran Afrika dan sudah merambah Eropa dan Asia ini, agar diberantas sampai ke akar-akarnya.
*