Akhirnya emak datang dengan kertas origami dan peralatan yang kubutuhkan. Gunting, lem dan kapas emak minta dari perawat jaga.Â
"Terima kasih, Mak. Maaf Goni bikin susah Emak..." emak hanya mengelus kepalaku.
Aku mulai mengerjakan apa yang kubayangkan malam tadi sebelum tidur. Sebuah layang-layang warna-warni yang terbang di antara awan harapan. Semoga Nenek Sri senang melihatnya. Ini untuk menyemangati nenek Sri.
Sebelum kami pulang, hadiah untuk nenek Sri sudah siap. Aku bergegas menaiki tangga, masuk pintu ruang Angsoka, melewati bagian informasi, sambil berlari kecil. Aku tahu itu dilarang, tapi kali ini saja, aku takut nenek Sri keburu tidur.
Ruang 7B penuh petugas. Ada apa ini? Sepertinya terjadi sesuatu pada nenek Sri. Apa nenek Sri meninggal?
Aku terduduk di lantai, menangis. Seharusnya aku bisa lebih cepat.
Kuusap air mataku berkali-kali. Kulihat anak nenek Sri juga menangis, memeluk nenek Sri yang ditutup kain putih.
Saat petugas meninggalkan ruangan, aku segera bangkit dan memeluk kaki nenek Sri.
"Nek, maafkan Goni, Nek. Goni terlambat..."
Wanita itu bergerak, menatapku, dengan raut terluka.
"Goni?"