"Maafkan aku, Sayang. Aku akan pulang kalau ibu sembuh, yaa..."
Untuk ke sekian kali jawaban ini terdengar dari handsfree headset di telingaku. Seraut wajah membayang di pelupuk mata. Aku sangat mencintainya.
Sudah hampir setahun, Sukma meninggalkan rumah ini. Tak lama setelah ia menemukan emailku untuk seorang wanita.
"Kau seperti anak kecil yang tidak diizinkan makan permen. Lalu kau mengambilnya diam-diam. Berjongkok di bawah meja untuk..."
"Sukma sayang, tolong percaya ya. Aku tidak ada hubungan lebih dengan Jane."
"Siapa bilang aku marah? Aku hanya heran, ngapain aja kalian di kantor, sampai harus saling berkirim email..."Â
Ah, memang tidak enak, mendengar sindiran dari istri sendiri. Tanpa kuduga, ini akan berakhir dengan LDR yang menyakitkan.
Sukma tak mau lagi berbicara apapun denganku. Ia menjadi sulit ditemui, dan lebih banyak mengunci dirinya di kamar.
Aku gagal meluluhkan hatinya. Ia tak mau mengangkat teleponku, dan hanya membalas chatku dua kali.Â
Sampai akhirnya Sukma berpamitan padaku. Sebuah koper besar telah siap di sampingnya.Â