Seperti malam ini, Rose kembali meringkuk di sudut, menatap sebatang lilin di jendela.
Jangankan seorang teman mengobrol, lampu kamar pun tak diizinkan menemani malam-malamnya yang panjang. Hanya selembar kain selimut usang, memeluk tubuhnya yang kian kurus tak terurus.
"Sebenarnya apa yang Tuan inginkan dariku?" Â lirihnya kecewa.
Sesaat ia bangkit mendekati jendela buram. Tak ada bintang di luar sana. Suasana desa begitu lengang.
Mungkin malam ini waktu yang tepat, pikirnya. Rose ingin mendatangi pintu kematiannya hingga berita itu muncul di koran. Ya.
Rose membawa ujung selimut ke arah nyala lilin. Jika tak sebilah pisau dapat membantunya mengakhiri penderitaannya, mungkin kedua benda ini bisa, pikirnya.
Dan benar saja. Ruang kamarnya seketika menyala. Terang-benderang terlihat dari segala sudut desa.Â
SELESAI
Cerpen ini terinspirasi dari rumah dengan bentuk menara di atas bukit, dekat tempat tinggal penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H