Ken dan Maudy saling berpegangan tangan. Mereka sama memberikan kekuatan satu sama lain. Memang tidak mudah untuk mendapatkan sesuatu, bukan?
"Sayang, kamu tenang saja ya. Aku sudah biasa kok.
Coba deh kamu pikir, kalau kita ingin menikmati kelapa muda yang manis dan segar, kita harus berjuang dulu memanjat pohon kelapa yang tinggi. Kita harus punya keahlian memanjat. Selain itu, risikonya adalah kita bisa saja jatuh dari pohon dan tulang kita patah.Â
Ya kan?"
Antara bersemangat dan sedih, Maudy lalu menjawab, "Tapi harga satu unit apartemen di kawasan Sudirman itu, selangit, Sayang?!"
Dengan tatapan teduh, Ken membelai kepala kekasihnya. "Kita berdoa kepada Allah, kita serahkan kelemahan kita di hadapan Allah, karena hanya Allah yang Mahaperkasa, Sayang..."
*
Malam-malam berikutnya, Maudy tak dapat tidur. Di kamarnya, gadis itu gelisah bukan main. Bagaimana Ken sanggup memenuhi persyaratan yang diberikan Papa?Â
Ken bukan Bandung Bondowoso yang mempunyai kesaktian untuk membangun candi Prambanan dalam semalam.
Uang puluhan miliar itu tidak akan terkumpul meski Ken bekerja siang malam sampai mereka berubah menjadi kakek-kakek dan nenek-nenek. Ini sama saja Papa melarang Maudy menikah dengan Ken!
Tangis kesedihan tumpah tanpa bisa ditahannya. Maudy tak habis pikir dan merasa papanya sungguh keterlaluan.