Menjadi anak kucing, mungkin bukan bagian dari keinginannya. Tetapi adalah takdir.Â
Ia lahir dari induk kucing berbulu kelabu di suatu tengah malam. Satu-satunya saudaranya, masih belum sempurna saat menemaninya masuk ke alam dunia.Â
Saudaranya terlahir dalam keadaan mati, sebab masih terbungkus oleh kantung selaput. Maka ia sendiri saja hadir di tengah-tengah keluarga manusia, dengan sedikit memberanikan diri.
Pada hari pertama, didengarnya tuan Edi menolaknya. Sang induk selalu memilih kediaman tuan Edi untuk melahirkan anabul (anak berbulu). Selebihnya selalu berkeliaran menjalin hubungan asmara dengan sang jantan.
"Jelek bulu anak kucing itu. Hitam pekat!" seru tuan Edi.Â
Tapi kemudian terdengar suara istrinya membela. "Lha, kita kan tidak bisa pesan supaya bulunya putih bersih?"
Begitulah. Manusia selalu menginginkan yang bagus-bagus saja. Yang dianggap jelek ditepisnya.
Anabul yang kemudian diberi nama si Belang oleh nyonya rumah, tampak terdiam dalam keranjangnya. Hampir seharian ia tak mendapatkan air susu. Tubuh kecilnya mulai terasa dingin.
Kenyataan ini melambungkan ingatan pada enam bayi kucing terdahulu. Tanpa asupan susu induk kucing, mereka akan mati satu per satu dengan sendirinya. Ah, jangan sampai terjadi lagi.
Nyonya rumah menemukan kucing kelabu itu meringkuk saja di sudut teras. Ia sudah tiga kali melahirkan anak-anaknya, tapi baru kali ini terlihat enggan menyusui.