Rupanya si sulung dapat menyimpulkan bahwa saya tak menyukai hal-hal baru yang sedang trending. Pantaslah dalam beberapa hal dan informasi, saya termasuk "ketinggalan" dibanding si sulung.
"Masih ada lagi, Bu," tuturnya.Â
Oya? Wah!
"Ibu paling takut anak-anak ibu bersikap tidak sopan, menjadi sampah, dan membuat malu orang tua..."
Ouhh, saya sangat terharu jadinya. Rupanya sebelia ini, ia dapat menangkap arti kemarahan demi kemarahan yang sering saya lontarkan. Hmmm...
Memang benar, dengan banyaknya kasus di televisi, saya sangat sering mewanti-wanti ketiga anak saya. Bahkan si bungsu Ayra (4 tahun) akan mendapat teguran saat bersikap tidak sopan kepada kami orang tuanya atau kedua kakaknya.
Contoh, suatu hari si kecil ini berujar, "Pak, aku tadi bilang sama ibu, mau ke pasar malam. Tapi Bapak pasti belum ada uang. Kapan sih, Bapak gajian?"
Ah, sepintas kalimat ini terdengar lucu dan imut. Tapi jika ditelisik, sangat tidak sopan anak sekecil itu berbicara soal gaji orang tuanya.
Tentang kesopanan ini, saya mendidik cukup keras kepada anak-anak. Apalagi si sulung juga pernah menyampaikan nasihat guru mapel bahasa Inggris di depan kelas, bahwa adab berada di atas ilmu. Nah, tidak salah, bukan?
Saya lalu memancing dengan pertanyaan lain, "apakah ibu sering mengamuk?"
Sejujurnya saya menyadari di balik kelembutan yang sering saya berikan, saya punya sifat tempramen, mudah marah. Tapi untungnya, sejak aktif menulis opini untuk mengikuti event ataupun mengisi topik pilihan admin Kompasiana, sifat tersebut menurun signifikan. Saya rasa saya lebih bisa menahan emosi, lebih tenang dan bijak kepada anak-anak.