"Pak Adul masih ingat saya?" tanyaku iseng ingin tahu.
Dulu, saat aku kerap mampir membeli tempe bacem pesanan ibu, aku belum menikah, dan Pak Adul juga belum setua sekarang. Hanya saja ia memang tampak tak terawat dan wajahnya sendu. Tertekan oleh sikap istrinya sehari-hari.
Dibalik jenggot panjangnya, lelaki yang telah dilupakan jasanya ini, tampak menyungging senyum. Ia mengangguk setengah ragu.Â
Aku maklum saja.Â
Mungkin segala tekanan dan pelecehan yang diberikan Mak Luna, ditambah perselingkuhan sang  istri yang berujung ia diceraikan, serta kegetiran selama berada di jalan seperti ini, pasti sangat menyiksa. Jauh dari bayangan saat ia melakukan ijab kabul dengan sang calon pendamping hidup, Mak Luna.
Segera aku pamit pada Pak Adul, tetangga masa kecilku. Di dalam mobil, aku meluapkan tangisku.Â
SELESAI
Ditulis oleh Ayra Amirah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H