"Ya, saya tahu dari postingan teman fb."Â
"Apa Asih pernah datang ke rumah untuk pinjam uang?" katanya lagi.
Menurut Sonia, belakangan ini Asih menjadi sangat "populer". Sudah banyak warga yang diminta bantuan olehnya.Â
Sebuah warung makan tak jauh dari sini, sempat memanggil Asih membantu di dapur, untuk meringankan bebannya. Ajakan lainnya, berasal dari usaha rumahan yang memproduksi kripik usus. Namun keduanya ditolak begitu saja.
Hmm, pantas saja saat saya menawarkan lowongan pekerjaan, Asih menolak dengan alasan kasihan pada si bungsu.Â
Rupanya ia lebih mendengarkan larangan suaminya, dan memilih menambah daftar hutang pada warga.
Hutang pun melilit leher
Sahabat Kompasianer, di masa pandemi ini, berhutang sudah menjadi solusi sementara mereka yang terdesak atau membutuhkan dana cepat. Tetapi harus dengan perhitungan tepat dan kesungguhan untuk membayar sesuai tempo yang disepakati.
Asih, ternyata sudah terjerat 5 kelompok koperasi (pinjaman berbunga) serupa rentenir. Artinya saat ini Asih dan Deni wajib setor dana pengembalian kepada lima tim penagih, setiap harinya. Pantas saja selama berminggu-minggu mereka mengosongkan rumah, berada dalam pelarian sambil membawa-bawa pakaian kotor.
Yang membuat saya trenyuh, ibunda Asih pergi selama-lamanya setelah menyaksikan kehidupan anaknya yang sedemikian. Hatinya pasti sedih dan hancur.
Seorang ibu, belum merasa lega sebelum melihat anaknya hidup bahagia. Mungkin di dalam doa-doanya, seorang ibu membanjiri sajadahnya dengan air mata, memohon Allah swt berkenan mengangkat kesusahan yang menghampiri kehidupan anaknya.