1 syawal, di hari kemenangan
Saya menyempatkan datang ke rumah duka. Walau bagaimana, almarhumah sudah saya kenal lama, sejak saya dan Asih masih sama-sama di bangku sekolah dasar.
Di kediaman almarhumah yang juga ditempati Asih, suami serta dua anak lelakinya, memang tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa orang yang tidak saya kenal, turut berada di sana. Sementara Asih dan sebagian tamu, sedang mengantar jenazah almarhum ke pemakaman.
Sambil menunggu, saya duduk di atas tikar plastik yang sobek di sana-sini.Â
Anak pertama Asih (13 tahun), sedikit menceritakan ikhwal meninggalnya sang nenek.
"Nenek sakit selama dua minggu, Bu. Sempat muntah darah banyak, padahal nenek tak pernah sakit sebelumnya..."Â
Tanpa sadar, sudut mata saya pun basah karenanya.Â
Ternyata di usianya yang sepuh, almarhumah merasakan sakit tanpa adanya biaya berobat maupun jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah. Hanya sebotol air mineral yang sudah dibacakan doa-doa. Cara berobat khas orang kampung.
Informasi 1
Saya mengunjungi Rani, menyambung silaturahmi yang sempat renggang. Sejak sebelum Idulfitri tahun lalu, kami tak saling bertatap muka dan berbagi kabar.
Ternyata, Rani tidak kalah malang. Setahun lamanya, ia dan sang ibu hidup dengan mengencangkan ikat pinggang.Â