Pada saat yang sama, ayam tetangga juga bertelur dan mengeram.
Singkat cerita, perempuan itu meminta kami mengurung para ayam. Jangan sampai bertelur dan mengganggu ayam mereka. Meskipun telur ayam kami semua diambil dan dipanen olehnya.
Akibatnya si ayam betina mengamuk pada induk ayam kecil, meminta hak anak dari telur yang sudah menetas.
"Ayam kamu mengganggu ayamku. Anak ayamku bisa mati jadinya!" perempuan itu pernah memprotes melalui anak lelakinya yang mulai jadi banci.
"Ayam itu bertelur di sana. Coba berikan satu anak ayam, dia pasti tidak mengganggu lagi," saya membalas melalui perantara anak berusia 13 tahun itu.
Beberapa minggu kemudian, saat anak ayam mulai tumbuh sebesar kepalan tangan, perempuan itu merasa bodoh dan rugi sudah menuruti kata-kata yang saya titipkan.
Maka di suatu sore memasuki awal ramadhan, ia menampakkan dirinya dan berkoar-koar di depan si sulung.
"Beritahu mamakmu, suruh kurung semua ayamnya!" katanya sambil membalikkan badan, beranjak pulang.
Aku mendengar teriakannya, di sela percakapan dengan Bapak di ujung telepon. Rasanya benar-benar tak konsentrasi.
"Mbak..." akhirnya saya tak tahan lagi. Saya ingin mencegah perempuan itu pulang, di sela saya menelepon.
"Malas!" hardiknya menolak.