Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar dari Makhluk Kecil yang Rapuh untuk Menghadapi "Mulut" Tetangga

4 Mei 2021   07:51 Diperbarui: 4 Mei 2021   08:42 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Agnes Fernandez

"Mulut" tetangga, hampir mirip lah dengan "mulut" netizen. Bisa bicara, tak bisa mengolah rasa. 

Kalimat-kalimat yang keluar sifatnya nyinyir, bombastis, tajam dan kasar. Akan berbeda halnya kalau yang berbicara adalah orang bijak. Kalimatnya pasti mengandung moral, keindahan, kedewasaan serta nasihat. 

Sejurus dengan janji Allah: Allah akan meninggikan kedudukan orang yang berilmu, beberapa derajat.

... وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ...

Artinya: 

... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat... (Al Mujadalah: 11)

Tersurat dalam penggalan ayat tersebut, orang-orang berilmu, mempunyai kedudukan lebih tinggi, dari yang tidak berilmu.

Berikut sedikit kisah untuk Sahabat Kompasianer. Bagaimana saya menyikapi mulut tetangga. Peristiwa ini terjadi tepat memasuki satu ramadhan kemarin.

Saat itu, sekitar jam lima sore, saya sedang menelepon Bapak untuk suatu keperluan. Bapak tinggal tak terlalu jauh sebenarnya. Sekitar 30 menit dengan kendaraan roda dua.

Bersamaan dengan itu, tetangga saya (suaminya masih keponakan Bapak) muncul di halaman sambil menenteng tiga butir telur ayam yang dibungkus kantong plastik.

"Bakat" galak dan superior dalam rumah tangganya, yang biasa terdengar dari sini, dia lontarkan kepada si sulung yang sedang mengangkat jemuran pakaian.

Dalam situasi ini, saya menjadi serba salah. Apakah saya boleh memutuskan pembicaraan dengan Bapak, dan menyambungnya lain kali? Saya khawatir hal ini menunjukkan ketidaksopanan. 

Atau perempuan yang sedang koar-koar itu yang harus saya ladeni lebih dulu?

Ada perasaan tidak suka di hati saya, jika si sulung harus mendengarkan suara lantang dan kalimat-kalimat kasar yang keluar dari mulutnya.

Masalah ini, tentang ayam peliharaan. Bukan tentang hal yang terlalu penting bagi saya dan suami, ketimbang harmonisnya hubungan bertetangga. Apalagi kami tinggal di area belum padat penduduk. Dalam radius seratus meter persegi, hanya ada tiga rumah. Jadi saya hanya mempunyai dua tetangga sebenarnya. 

Awalnya, perempuan itu, mempunyai dua ayam betina, tanpa ayam jantan. Saya dan suami, mempunyai dua ayam betina dengan satu ayam jantan.

Ayam milik tetangga (dokpri)
Ayam milik tetangga (dokpri)
Di kemudian hari, ayam tetangga berkembang menjadi delapan ekor. Bahkan bukan dari jenis ayam kecil (ayam Katai Nanking) lagi, melainkan mengikut gen pejantan ayam kami yaitu ayam bangkok. 

Apakah kami ada masalah? 

Tidak pernah. Saya dan suami membiarkan kehidupan para ayam berjalan apa adanya. Mana mungkin si ayam jantan dilarang mencari pasangan dari ayam betina milik tetangga.

Begitulah kisah para ayam. Saya dan suami tidak ingin terlalu mencampuri. Biarlah mereka hidup melalui cara alamiahnya.

Suatu ketika, ayam betina kami dari jenis ayam bangkok, bertelur dan mengeram di kandang milik tetangga.

Sekalipun kami mempunyai tiga buah kandang yang masing-masing berukuran lebih dari satu meter, serta dua kotak tempat bertelur dan mengeram, si ayam betina kami lebih menyukai dan memilih bertelur si kandang orang.

Pada saat yang sama, ayam tetangga juga bertelur dan mengeram.

Singkat cerita, perempuan itu meminta kami mengurung para ayam. Jangan sampai bertelur dan mengganggu ayam mereka. Meskipun telur ayam kami semua diambil dan dipanen olehnya.

Akibatnya si ayam betina mengamuk pada induk ayam kecil, meminta hak anak dari telur yang sudah menetas.

"Ayam kamu mengganggu ayamku. Anak ayamku bisa mati jadinya!" perempuan itu pernah memprotes melalui anak lelakinya yang mulai jadi banci.

"Ayam itu bertelur di sana. Coba berikan satu anak ayam, dia pasti tidak mengganggu lagi," saya membalas melalui perantara anak berusia 13 tahun itu.

Beberapa minggu kemudian, saat anak ayam mulai tumbuh sebesar kepalan tangan, perempuan itu merasa bodoh dan rugi sudah menuruti kata-kata yang saya titipkan.

Maka di suatu sore memasuki awal ramadhan, ia menampakkan dirinya dan berkoar-koar di depan si sulung.

"Beritahu mamakmu, suruh kurung semua ayamnya!" katanya sambil membalikkan badan, beranjak pulang.

Aku mendengar teriakannya, di sela percakapan dengan Bapak di ujung telepon. Rasanya benar-benar tak konsentrasi.

"Mbak..." akhirnya saya tak tahan lagi. Saya ingin mencegah perempuan itu pulang, di sela saya menelepon.

"Malas!" hardiknya menolak.

Cepat saya menutup pembicaraan dengan Bapak. Dari ujung telepon, terdengar Bapak agak kebingungan.

Apa yang suami katakan, melihat kejadian ini?

Saya gemas ingin mendatangi perempuan tak beres itu, tetapi suasana sudah menjelang magrib. Sungguh tak pantas mengurus masalah remeh-temeh ini. Dan esok adalah puasa hari pertama. Apakah saya tega merusak ibadah puasa dengan berselisih dengan tetangga?

"Sudahlah. Tidak ada gunanya dibahas. Coba belajar dari kupu-kupu," kata suami dengan tenangnya.

Kupu-kupu?

Kupu-kupu adalah makhluk kecil yang rapuh. Ia sama sekali bukan hewan predator. Bahkan tak punya senjata apapun untuk mempertahankan diri. Sayapnya mudah sekali sobek. 

Kupu-kupu berasal dari sebentuk ulat menjijikkan. Lalu ia bermetamorfosa menjadi kupu-kupu nan cantik. Didahului dengan proses menjadi kepompong selama 12 hari.

Awalnya hanya ulat menjijikkan (dokpri)
Awalnya hanya ulat menjijikkan (dokpri)
Selama itu pula, ulat mengurung diri dan berpuasa. Ia tidak makan dan tidak minum. Ia terus mempersiapkan diri menjadi makhluk baru yang dikagumi karena kecantikannya.

Kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongnya. Masih lembab, baru akan belajar terbang (dokpri)
Kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongnya. Masih lembab, baru akan belajar terbang (dokpri)
Kita dapat mengambil pelajaran dari seekor kupu-kupu. Pelajaran bagaimana seharusnya kita berpuasa. 

Berpuasa adalah ibadah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya. Seperti makan, minum, jima' di siang hari, serta nafsu amarah.

Jika selama sebulan kita dapat mengekang hawa nafsu dunia, maka selepas hari kemenangan, kita akan menjadi pribadi baru. Kita akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Lebih sabar dan dewasa.

Di dunia ini, kita tak perlu menunjukkan segala kelebihan dan kekuatan. Tidak perlu merasa paling gagah dan berani layaknya 'Bang Jago'. Sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin, pada ketakwaannya semata. 

Jika ingin istimewa dari manusia lainnya, maka carilah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat. Ini adalah ungkapan, bukan hadits shahih.

Artinya carilah ilmu sekalipun usia telah beranjak senja. Niscaya Allah akan meninggikan derajat/kedudukan karena ilmu yang dimiliki. 

Kita akan dipanggil Pak Guru, Bu Dokter, Ustadz, Profesor, dan sebagainya. 

Tapi kalau ilmu yang dimiliki tergolong biasa saja, kita cukup dipanggil nama dengan penambahan "Bu" atau "Pak". Berbeda yaa, hehee.

Dengan ilmu, kita dapat membantu orang lain. Berbeda jika kita sama saja dengan orang yang tidak berilmu. 

Selain itu, dari memiliki ilmu, kita akan mempunyai adab dan sifat bijaksana. Wah, keren ini.

Sahabat Kompasianer, alhamdulillah dengan penjelasan dari suami, hati saya perlahan menjadi adem. Bahkan merasa malu pada makhluk Allah yang kecil dan rapuh.

Kesimpulan:

1. Selalu hindari keributan dan perdebatan dengan tetangga. Hal sepele, jika terus dibahas dan dibahas, akan memancing api yang lebih besar. Lebih baik mengikhlaskan. Segalanya pasti akan berlalu.

2. Niatkan untuk memberi teladan pada anak. Hidup berdampingan secara damai dengan tetangga, secara tidak langsung akan memberikan dampak pendidikan bagi anak-anak. Baik dan buruk sikap orang tua, anak-anak akan mempelajari bahkan menyerap begitu saja.

3. Maklum pada keadaan dan kekurangan orang lain. Dalam hal ini tetangga. Bisa saja mereka sedang mempunyai banyak masalah. Atau memang seperti itulah kemampuan dan ilmu yang dimiliki. Dengan berusaha memaklumi, perlahan kita akan menjadi bijak.

4. Tetangga adalah keluarga terdekat. Seringkali saudara dan orang tua berada jauh dari pandangan mata. Maka saat kita memerlukan bantuan mendesak, tetangga-lah keluarga terdekat kita. Tetangga akan memberikan bantuan lebih dulu, barulah saudara kita sampai di TKP.

5. Kembali pada ajaran agama. Nabi mengatakan, tidak akan masuk syurga orang yang jahat kepada tetangganya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6016) dan Muslim (46). Dan dikeluarkan juga oleh Ahmad (3/156). Maka:

- masakan apa yang kita masak, perbanyaklah kuahnya agar bisa berbagi dengan tetangga Diriwayatkan oleh Muslim (2625) (143)
- janganlah kita pulas tertidur dengan perut kenyang, sementara tetangga tak dapat tidur karena menahan rasa lapar. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (112), Hakim (4.167) dan Al-Khatib (10/392)
- perhatikan dahan pohon di halaman samping rumah kita. Jangan biarkan rantingnya tumbuh menyeberangi pagar dan daunnya berguguran di halaman tetangga. Bila buah dari pohon itu menyeberang pagar, maka itu adalah hak tetangga. Referensi klik

Salam hangat, Ayra Amirah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun