Dalam situasi ini, saya menjadi serba salah. Apakah saya boleh memutuskan pembicaraan dengan Bapak, dan menyambungnya lain kali? Saya khawatir hal ini menunjukkan ketidaksopanan.Â
Atau perempuan yang sedang koar-koar itu yang harus saya ladeni lebih dulu?
Ada perasaan tidak suka di hati saya, jika si sulung harus mendengarkan suara lantang dan kalimat-kalimat kasar yang keluar dari mulutnya.
Masalah ini, tentang ayam peliharaan. Bukan tentang hal yang terlalu penting bagi saya dan suami, ketimbang harmonisnya hubungan bertetangga. Apalagi kami tinggal di area belum padat penduduk. Dalam radius seratus meter persegi, hanya ada tiga rumah. Jadi saya hanya mempunyai dua tetangga sebenarnya.Â
Awalnya, perempuan itu, mempunyai dua ayam betina, tanpa ayam jantan. Saya dan suami, mempunyai dua ayam betina dengan satu ayam jantan.
Apakah kami ada masalah?Â
Tidak pernah. Saya dan suami membiarkan kehidupan para ayam berjalan apa adanya. Mana mungkin si ayam jantan dilarang mencari pasangan dari ayam betina milik tetangga.
Begitulah kisah para ayam. Saya dan suami tidak ingin terlalu mencampuri. Biarlah mereka hidup melalui cara alamiahnya.
Suatu ketika, ayam betina kami dari jenis ayam bangkok, bertelur dan mengeram di kandang milik tetangga.
Sekalipun kami mempunyai tiga buah kandang yang masing-masing berukuran lebih dari satu meter, serta dua kotak tempat bertelur dan mengeram, si ayam betina kami lebih menyukai dan memilih bertelur si kandang orang.