Rosalinda lah, yang kerap menanamnya. Padahal pekerjaannya di sebuah katering, cukup menyita waktu. Tak percuma namanya mengambil nama bunga, Lily membatin.
"Hai!" sebuah suara mengagetkannya.
Cowok jangkung berambut ikal itu, datang tanpa benda kesayangannya. Aneh memang. Tapi nanti saja Lily bertanya.
"Kau sakit? Tunggu, kelihatannya bohong..."
"Lalu kenapa libur??"
Alan memang seperti itu. Bertanya lalu menjawab sendiri. Sungguh konyol.
"Kau marah??"
Sebenarnya Lily suka pada Alan. Sedikit-sedikit memperhatikannya.
Di dunia ini, berapa orang sih, yang bisa sayang padanya? Dia hanya orang miskin yang masih saja ngamen. Sudah dari kecil hingga usianya sekarang enam belas tahun.
Kalau menilik sejarah kelahirannya, Lily suka tak percaya diri. Ibunya melahirkannya tanpa seorang suami. Atau ia lahir tanpa seorang ayah. Jika bukan karena ini, mungkin saja nasibnya akan lebih beruntung.
Tiba-tiba cowok bawel itu sudah merangkul bahunya.