Anak-anak yang tumbuh sehat dan saling mengasihi, menjadi perhiasan mata yang indah. Riang canda pun terdengar dari dalam rumah. Suara-suara mungil dan lucu khas anak-anak perempuan, dan kami merasa sangat senang.
Tapi keinginan dan cita-cita manusia tak berhenti di satu titik. Ia selalu bergerak dinamis. Bahkan bintang di langit yang tinggi pun ingin digapai.Â
Mungkin ini pula yang bersemayam dalam benak pasangan suami istri pada umumnya. Setelah mempunyai anak perempuan, ingin pula memiliki anak laki-laki!
Anak laki-laki seperti menjadi simbol kehormatan, kejayaan dan kebanggaan terutama oleh sang ayah.Â
Entahlah. Mungkin alasan yang tak jauh berbeda, ketika saya mengetahui ternyata suami telah menyimpan sebuah nama untuk bayi laki-laki.Â
Bagi saya, anak perempuan adalah simbol kecantikan, kelembutan dan kemanjaan. Ia adalah penyejuk api amarah, dan penghangat hidup yang terasa dingin.
Sebelum hamil, saya berusaha memahami naluri yang dimiliki suami. Saya dapat menerima bahwa seorang lelaki dewasa berkeinginan juga mempunyai bayangan dirinya yang disebut junior. Mungkin para ayah selalu ingin mengajarkan keterampilan berkuda dan berperang (pada zaman dahulu), atau mewariskan bakat seni dan kecerdasan yang dimilikinya kepada anak laki-laki. Wajar, bukan?
Maka sekali lagi, saya menjadi ibu hamil.
Dengan beberapa gejala serta sensasi rasa yang berbeda dari kehamilan sebelumnya, saya dan suami mempunyai firasat dan keyakinan bahwa bayi yang akan lahir, adalah laki-laki.Â
Lalu apakah hidup saya akan berubah, bila benar mempunyai bayi laki-laki? Yang dulunya saya mandi bersama balita perempuan (karena tidak ada yang menjaga), sekarang kami tidak dapat mandi bersama sambil bermain-main busa sabun karena dia laki-laki?