Akhirnya, hari kelahiran itu tiba
Selain mempersiapkan perasaan dua anak perempuan kami yang belum begitu besar (9 dan 6 tahun), saya juga mempersiapkan beberapa peralatan bayi dengan simbol-simbol mengarah pada bayi laki-laki.
Misalnya, saya memilih gambar beruang coklat untuk bantal guling bayi, ketimbang gambar Hello Kitty dengan warna pink.Â
Handuk bayi dan kupluk juga sengaja saya pilih berwarna putih kombinasi biru, dengan gambar beruang coklat. Saya mengabaikan begitu saja handuk gambar bunga dengan warna pink yang cantik, atau turban bergambar barbie yang jelas girly.
Pada tahun 2016, di suatu sore di sebuah klinik bersalin, bersamaan dengan kumandang azan sholat ashar, saya mendengar tangis  bayi yang baru saja saya dorong keluar sekuat tenaga.
Dari tangisannya, saya merasakan kalau dia adalah bayi mungil yang manja. Sama sekali tidak mirip dengan tangis bayi laki-laki yang kuat dan kencang.
Benar saja. Sosok bayi mungil dan merah yang kemudian diarahkan untuk IMD di dada saya, adalah bayi bermata sipit berjenis kelamin perempuan!
Lalu apakah suami yang saat itu ikut mendampingi, merasa kecewa?
Saya memperhatikan air muka suami yang menatap lekat-lekat bayi dalam pelukannya. Beliau tersenyum, dan seolah mengatakan selamat datang dengan bahasa kalbunya.
Saya membuang nafas lega, karena suami tampak begitu bahagia. Tak terasa air mata mengalir dari sudutnya, saat suami melafazkan azan dan iqomah ke dekat telinga bayi perempuan kami.
Keesokan harinya, saya sudah diperbolehkan pulang karena kondisi ibu dan bayi sehat. Akhirnya, saya bisa menjumpai si sulung dan adiknya, setelah kemarin saya tinggalkan di rumah mertua.