Aku seorang wanita yang menjaga anak dan suamiku dari segala duka, setidaknya aku tak pernah mengeluh kekurangan dan sedih.Â
Tapi aku tak bisa mencegah duka menyiksaku beberapa lama ini. Tidak lain karena kehadiran wabah yang melanda seluruh dunia.Â
Kami mencatatnya dengan jelas pada bulan Pebruari. Sejak itu seluruh sekolah, kantor, dan tempat ramai menjadi seperti mati. Seperti matinya sejumlah besar usaha termasuk milik kaum kecil yang mengharapkan recehan belaka.
Wahai tahun 2021 yang sudah mulai tercium aroma kedatangannya, walau tanpa penjaja terompet seperti waktu-waktu sebelumnya...
Jika engkau bertanya kepadaku tentang harapan yang kami inginkan di tahun mendatang, tidak lain adalah ampunan Allah swt untuk kami para manusia yang mungkin terlalu banyak salah dan lupa bersyukur. Sekedar mensyukuri udara bersih yang dilimpahkan tanpa berbayar. Kecuali kepatuhan kepada segala aturanNya.
Semoga dengan ampunan itu, roda pedati kami berputar lagi. Segala usaha mencari nafkah berjalan kembali. Senyum para pedagang tersungging. Tawa ceria anak-anak mewarnai taman bermain dan sekolah. Rumah sakit tak seperti planet dengan kostum pelindung diri bak astronot. Prosesi pemakaman tak lagi mengerikan dengan protokol aneh yang tak pernah sebelumnya.
Ya Allah, di sisa tahun ini hamba berdoa  kepada Engkau pemilik alam semesta dengan pusat kendalinya berada di tanganMu, mohon ampuni kami. Kami adalah makhluk yang menyebalkan bagi malaikat, karena sombong dan zholim. Kami hanyalah titik di hadapan arsy-Mu, tapi selalu menjadi penguasa sesama dan bumi ini.
Ya Allah, lindungilah bangsa kami, lindungilah keluarga kami, guru-guru kami, para sahabat, termasuk sahabat Kompasioner serta semua orang tanpa kecuali, mama Rido-mama Rido di luar sana, dari buruknya wabah ini. Semoga Indonesia segera pulih dan bangkit, bersama berkarya lagi.
Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanataw, wa fil aakhiroti hasanataw  wa qinaa 'adzaaban naar.
Aamiin
Aku menyeka embun di sudut mataku, melipat selembar kertas putih di tanganku, dan menyelipkannya di bawah lipatan pakaian di lemari. Kelak, cerita seperti ini mungkin terbaca anak cucu sebagai sejarah. Mungkin saja.