Aku selalu menerima kedatanganmu dengan baju dan celana pendek yang baru. Minuman dengan harga sedikit mahal untuk pesta kita, bahkan roti yang enak juga.
Apalagi?Â
Semua untukmu, untuk menyambutmu, dan untuk memenangkan hatimu.
Saat itu aku tak peduli bulan di langit malam kesepian dan bersinar pucat. Atau jika purnama sempurna menyalakan malam. Aku tak pernah tau, apalagi menikmatinya.
Sampai waktu mengantarkanku pada kenyataan, engkau tak bisa benar-benar jadi milikku.Â
Engkau adalah laki-laki bak pangeran Kelantan dan aku sang jelata. Engkau wangi teramat wangi dan aku berpeluh saja.
Sudahlah.
Aku tak akan menyakiti diriku lebih jauh lagi, demi sebuah mimpi yang salah. Tentang cinta yang tak direstui.
Cukuplah selama ini, engkau tak mengabaikan diriku. Tak membiarkan cintaku bertepuk sebelah tangan.
Sekarang saatnya aku pergi. Aku harus meninggalkanmu.
Lalu apakah engkau tau, di tempat ini engkau hilang dari hidupku.Â