Mungkin seringkali kita menyakiti hati orang lain karena kita mengincar kuantitas kenalan. Mungkin pada dasarnya memang kita sedang tidak ingin berbicara dengan orang lain. Namun karena dipaksa oleh standar diri kita sendiri, standar kuantitas pertemanan, kita memaksakan diri untuk tetap bertemu dan mengobrol dengan orang lain.Â
Lantas akan banyak pastinya basa-basi guna menutupi keengganan hati untuk bertemu dan berbicara dengan orang lain. dan basa-basi ini hanya menjadi topeng, bukan diri kita sendiri yang jujur dan terbuka. Ia malah kerap yang menyakiti hati orang lain. karena bagaimanapun juga perasaan hati ingin ditutupi pun akan terus mencari celah jalan untuk mengeksistensikan dirinya.
Dan mungkin sering juga ketika kita berupaya untuk menghasilkan uang yang banyak dan setelah kita peroleh uang tersebut malah kita tidak rasakan pemakaian pembelanjaan kita hingga tak terasa tiba-tiba uang yang banyak yang kita miliki itu habis. Karena sering yang kita incar adalah uang itu sendiri, bukan bekerja demi mewujudkan suatu tujuantertentu.Â
Karena manusia sebetulnya tidak butuh uang. Yang dibutuhkan manusia adalah sandang, pangan dan papan dan juga kebutuhan lainnya yang berbeda tiap individu yang dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tarsier.Â
Kebutuhan-kebutuhan ini lah, yang diutamakan berdasar skala prioritas masing-masing individu, yang harusnya menjadi alasan mengapa kita bekerja. Bukan karena uang itu sendiri yang tanpa ada alasan dan akan terasa habis secara tiba-tiba akhirnya.
Kita terlalu sering mengejar kuantitas dan bukan kualitas karena kita lebih sering mendengar 'apa kata orang lain' dan akhirnya melupakan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh diri sendiri.Â
Kita membutuhkkan kuantitas pertemanan yang sebanyak-banyaknya lantaran banyak orang, dan hampir semua orang di sekeliling kita, berkata bahwa orang yang berhasil adalah orang yang memiliki banyak pertemanan. mungkin itu tidak salah.Â
Namun juga tidak bisa dikatakan benar. Karena ada pula orang yang mana bakat yang ia miliki adalah bakat yang dikerjakan tidak melalui komun, namun individual. Maka baginya bertemu dengan orang lain yang akan penuh dengan ketidak bermaknaan yang ia senangi hanya membuang-buang waktu saja. Maka memiliki teman yang terbatas pun bukanlah masalah.
Yang menjadi masalah adalah apabila kita sudah tidak menemukan kembali apa yang bermakna. Ketika teman kita yang banyak bukan lagi sebagai tempat untuk bersikap jujur dan terbuka, dan hanya sebatas memenuhi standar kuantitas itu sendiri, yang tanpa makna.Â
Standar yang dibentuk oleh 'kata orang lain'. standar yang membuat kita ketika berkumpul hanya scroll-scroll handphone, atau tertawa bukan karena memang lucu namun tawa agar menghormati, dan segala perilaku yang hanya sebatas topeng belaka, tanpa sikap jujur dan terbuka.
Kita musti memenuhi hari kita dengan menyalurkan emosi kita yang jujur agar kita menjadi manusia yang benar-benar hidup, bukan hanya sekedar manusia yang digerakkan rutinitas atau nilai-nilai yang menipu yang kita jadikan standar diri kita yang hanya sebatas 'apa kata orang lain'.Â