Rasa cemas merupakan rasa yang ditimbulkan oleh mekanisme alamiah jiwa saat terdapat kondisi bahaya yang hendak menghampiri diri kita. Freud mengatakan bahwa secara alamiah manusia memang menghindari bahaya, kecemasan bisa menjadikan alarm diri kita untuk berbenah dan menghindari bahaya.Â
Namun sayangnya, banyak pribadi yang kurang bisa mengelola  rasa cemasnya, mulai dari sumber yang kurang jelas dan pengendalian diri yang kurang tepat. Dampaknya, kesehatan mental kita akan rawan kurang baik. Hal ini universal untuk setiap insan, termasuk generasi muslim.
There is no health without mental health. Karena dengan adanya mental yang sehat akan memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif dan berkontribusi pada komunitas mereka, begitu penjelasan WHO mengenai pentingnya kesehatan mental. Oleh sebab itu, kesehatan mental yang terganggu tidak bisa di remehkan, bisa menyebabkan kurang produktif dan minimnya kontribusi pada peran-peran yang ditopang individu dalam pembangunan masyarakat.
WHO menyebutkan bahwa 1 dari 4 orang akan menderita gangguan mental selama masa hidup mereka bahkan WHO menyebutkan bahwa depresi akan menjadi beban global kedua setelah gangguan jantung. Â Dalam Depression and Other Common Mental Disorder, pada Global Health Estimate Geneva di tahun 2017 menyebutkan bahwa jumlah kasus gangguan mental di Indonesia Sebaganyak 9.162.886 kausus atau 3,7% dari populasi.Â
Pada data Riset Kesehatan Dasar Nasional 2013, disebutkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 1,7 per 1000 penduduk. Sementara untuk gangguan jiwa emosional seperti perubahan psikologis, gangguan kecemasan, stres, depresi yang levelnya lebih ringan daripada gangguan jiwa di atas mencapai 6% usia 15th keatas. Jika menurut BPS jumlah penduduk usia produktif Indonesia mencapai 111.4777.447, maka ada 6.688.646,8 jiwa penduduk Indonesia yang kesehatan mental emosionalnya kurang baik.
Angka ini tentu bukan angka yang sedikit, 6 juta jiwa merupakan 2.5 kali lipat penduduk surabaya, bisa kita bayangkan jumlah tersebut bisa lebih banyak dari jumlah penduduk dalam 1 kota, tentu produktifitas pembangunan akan terhambat.Â
Mereka yang menderita kesehatan mental emosional lebih banyak di dominasi oleh para pekerja, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemkes) dr.Fidiansjah mengatakan, kelompok masyarakat yang paling rentan mengalami depresi dan gangguan mental tertinggi adalah pekerja.Â
Penelitian menunjukkan, sebanyak 14,7% atau 1 dari 6.8 orang bekerja mengalami masalah kesehatan jiwa di tempat kerja. Lebih dari 10% pekerja mengajukan cuti dikarenakan depresi. (2017)
Pada UUD no 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa menyebutkan bahwa pemerintah turut serta aktif[1] dalam mewujudkan kesehatan mental yang optimal melalui upayan promotif, Â preventif, kuratif dan rehabilitatif pada segala lapisan masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, dan lingkungan masyarakat secara keseluruhan.Â
Pemerintah melalui BPJS JKN-KIS penderita kesehatan mental berat bisa diberikan beberapa fasilitas kesehatan, bahkan di tahun 2014 mencapai 20ribu kasus rawan jalan dan 5ribu rawat inap dan mencapai 56,3 Milyar untuk rawat jalan dan 310 Milyar untuk rawat Inap.[2]
Menghadapi tantangan dan tekanan dalam perjalanan peran merupakan suatu keniscayaan. Tidak pernah ada kisah orang hebat yang berakhir dengan keluhan, selalu ada episode bangkit dan menghadapi tantangan dan kegagalannya.Â
Sehingga tidak perlu takut dan khawatir pada tantangan, ancaman kegagalan bahkan kondisi gagal itu sendiri.Oleh sebab itu, kita harus memiliki amunisi untuk menghadapi tantangan peran pembangunan bahkan kegagalan agar tidak terlalu larut dan terhindar dari kesehatan mental emosional yang kurang baik seperti stres, depresi dan gangguan kecemasan.
Menurut penelitian yang telah dilakukan, kesehatan mental berpengaruh signifikan dengan self compassion terlebih pada mereka usia remaja dan dewasa. Teori self-Compassion di temukan oleh Kristin Neff, teori ini dipandang relevan ketika cenderung mempertimbangkan kekurangan, kesalahan, kegagalan serta berjuang yang menyebabkan mental yang kurang sehat emosional, bahkan fisik seperti gangguan maag, ginjal kronis[3] yang beberapa kesehatan fiisik lain yang disebabkan karena psikologis kurang sehat. Â
Sederhananya self compassion merupakan perlakuan baik untuk diri kita dan orang lain, menghibur diri sendiri serta peduli pada ketika diri sendiri menghadapi penderitaan, kegagalan dan ketidaksempurnaan. Berikut beberapa penerapan Self Compassion bagi seorang muslim agar terhindar dari kesehatan mental yang kurang baik:
Self Kindness
Merupakan pemahaman terhadap diri sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan dan merasa berkekurangan di dalam diri dengan tidak mengkritik secara berlebihan.Â
Hal ini berbeda dengan self-judgment yakni sikap merendahkan dan mengkritik secara berlebihan atas kegagalan yang dialami. Self-Judgment biasanya tidak disadari karena muncul dari rasa sakit atas kegagalan yang di derita. Secara umum self kidness menjadikan seseorang lebih sadar akan adanya self-judgment.Â
Berterimakasih pada diri sendiri
"Terimakasih untuk diriku yang telah bekerja keras" ungkapan sederhana yang menggambarkan penghargaan pada diri sendiri. Sekalipun gagal ucapkanlah terimakasih, karena dengan adanya kegagalan setidaknya kita sudah memberanikan diri untuk mencoba, mencoba melakukannya sudah merupakan prestasi, diri kita harus mengakui.Â
Jangan menghukum terlalu berlebihan seperti mencaci maki diri kita, mengatakan bahwa kita bodoh, tidak kridibel, memalukan, dll, karena hal tersebut bisa membuat diri trauma dan enggan mencoba kembali.Â
Memaafkan kesalahan dan berorientasi pemecahan.
Jika memang terlanjur menyalahkan, segera meminta maaf pada diri sendiri. "Saya memaafkan diri saya, apapun yang terjadi". Menyalahkan apa yang sudah terjadi tentu kurang bermanfaat, bukan sikap menjudge kesalahan dan kekurangan diri sikap yang pantasnya di munculkan, namun memberikan evaluasi secara proporsional mengenai kekurangan proses yang telah dilakukan. Berhenti memaki diri sendiri, tapi memahami kekurangan diri untuk di perbaiki.
Common Humanity
Merupakan pandangan bahwa kesulitan hidup dan kegagalan adalah sesuatu hal yang manusiawi. Hal ini juga memberikan kesadaran pada diri sendiri bahwa manusia seutuhnya sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan.Â
Seseorang yang gagal, kadang merasakan dirinya frustasi hingga merasa terisolasi. Perasaan terisolasi atau merasa dirinya sendirian ketika mengalami keggagalan, menganggap orang lain mencapai tujuan dengan mudah daripada dirinya, membuat mereka merasa memalukan dan menarik diri dari serta merasakan kesendirian dalam penderitaan.
Memahami bahwa masalah adalah cara Tuhan mendewasakan diri
Kita mempunyai pemahaman bahwa Tuhan tidak menguji hambanya melebihi batas kemampuannya. Kegagalan ataupun keterbatasan bukanlah suatu yang harus di sesali, namun di syukuri karena artinya kita di percaya Tuhan untuk menyelesaikannya.Â
Sehingga tidak perlu terlarut, setiap manusia akan di berikan masalah, itu hal yang manusiawi, tidak perlu bersikap berlebihan seolah hanya diri kita yang diberi masalah. Masalah adalah keniscayaan, dan menyelesaikannya merupakan kewajiban dan sunnahtullah untuk mendewasakan
Memahami bahwa Tuhan Maha Baik
Pandangan mengenai nikmat Tuhan kiranya perlu di perluas dari segala sesuatu yang kita miliki, jangan hanya berfokus pada masalahnya, lihatlah mengenai segala amanah lain yang di dapatkan, fisik, intelegensi, keluarga, harta, kesempatan belajar, lingkungan dll yang kita miliki. Kita memiliki banyak modal untuk menyelesaikan masalah yang hanya segelintir
Berkumpul dengan orang-orang Baik
Senantiasa aktif dan bersinergis dengan orang-orang Baik. Berkumpul dan ikut serta dalam upaya kebaikan, menularkan pemikiran yang baik, dan senantiasa berprilaku produktif juga merupakan langkah yang akan mematikan perasaan terisolasi.Â
Dengan kita berkumpul dengan mereka, kita tidak akan memiliki waktu untuk terlalu memikirkan bahwa diri kita sendiri yang menghadapi masalah, karena mereka juga mengahapi tantangan dan masalah peran mereka, namun mereka mampu bangkit dan menyelesaikannya dengan baik. Setidaknya prilaku dan semangat itupun akan tertularkan pada kita.
MindfullnessÂ
Merupakan sikap menerima pemikiran perasaan yang dirasakan saat ini, serta tidak menghakimi, membesar-besarkan dan tidak menyangkut aspek-aspek yang tidak disukai baik dalam diri ataupun dalam kehidupannya. Sederhanyanya, menerima kenyataaan, hal ini akan membuat respon diri lebih obyektif. Mereka yang memiliki mental yang kurang sehat biasnaya cenderung over identification, yakni terpaku dengan kesalahan dirinya serta mereung secara berlebihan atas keterbatasan yang dimiliki dan kesalahan yang telah di perbuat.
Bernegosiasi dengan keinginan
Salah satu bentuk sikap menerima kenyataan adalah merespon dengan bijak kegagalan yang terjadi. Mengevaluasi dan merencanakan kembali target kedepan. Dalam menentukan target usahakan yang seimbang, tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, pertimbangkan dengan seksama.Â
Boleh jadi target terlalu tinggi menjadi motivasi, namun kadang kala hal tersebut juga menjadi bahaya bagi mereka yang kurang bisa mengendalikan kecemasan atas kegagalan yang diterimanya. Patokan target yang kurang realistis bisa jadi menjadi salah satu sumber penilaian diri yang kurang baik.
Bernegosiasi dengan keinginan diri, merupakan langkah awal menentukan standart sukses dan gagal. Bernegosiasilah dengan asumsi kemampuan diri dan kondisi yang melingkupi, supaya target yang menjadi ukuran sukses dan gagal kita lebih akurat.
Menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan
Untuk mendapatkan ukuran yang tepat, generasi muslim layaknya menggunakan ilmu pengetahuan terkait. Bukan hanya untuk mengukur seberapa besar targetnya sesuai dengan kondisi-kondisi yang ada, namun juga menciptakan inovasi strategi lebih baik supaya pencapaian target lebih optimal. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan potensi kesuksesan kita juga semakin besar.
Dengan kesuksesan tersebut, setidaknya memberikan informasi pada diri kita sendiri, bahwa diri  kita juga bisa melakukan sesuatu dengan baik. Terlebih jika perkerjaan  tersebut adalah pekerjaan yang memiliki nilai manfaat, artinya kita juga akan mendapatkan pengalaman bahwa diri kita pernah memberikan manfaat. Dengan demikian, penghukuman diri secara berlebihan juga bisa di tolak dan kesehatan mental kita juga akan terjaga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI