Mohon tunggu...
Ayah Yahya
Ayah Yahya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ekonomi Kerakyatan dan Revolusi Mental, Nasibmu Kini...

15 Juli 2018   11:17 Diperbarui: 23 Juli 2018   13:52 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ekonomi kerakyatan atau ekonomi pancasila. Biasanya istilah ini banyak dijual oleh para politikus untuk mencitrakan dirinya bahwa mereka adalah pihak yang dekat dengan rakyat. 

Tahun 2014, saya terpukau dengan salah seorang calon Presiden yang lantang berbicara tentang ekonomi kerakyatan diiringi dengan revolusi mental. Saat ini hampir 5 berlalu, bagaimanakah arah kebijakan ekonomi kerakyatan tersebut? Adakah rakyat yang mengkritisinya? Atau barangkali masih sedikit rakyat yang memahami tentang ekonomi kerakyatan?

Mari kita gali kembali pengetahuan kita tentang ekonomi yang sesuai ideologi negara kita ini, ekonomi kerakyatan. Model ekonomi yang dibuat sebagai antitesis terhadap model ekonomi kapitalis. Konsep ekonomi yang dinilai oleh para pendiri negara sebagai model ekonomi yang paling cocok dengan kultur masyarakat Indonesia. Sebelumnya, pembahasan ini tak akan lengkap bila tidak diikuti dengan pemahaman kita akan ekonomi kapitalis. Dengan memahami keduanya, kita semestinya mampu memberikan sikap terbaik akan realita yang terjadi dewasa ini.

Akan mudah pembahasan dimulai dari model ekonomi kapitalis karena model ekonomi seperti ini sedang kita rasakan sekarang. Sesuai namanya, keberpihakan model ekonomi ini tentu kepada para pemilik modal. 

Pada sistem ekonomi kapitalis, rakyat relatif akan sulit terlibat sebagai pelaku di dalamnya. Bahasa para ekonom untuk rakyat pada ekonomi kapitalis adalah Sumber Daya Manusia, cenderung sebagai objek yang dimanfaatkan seperti halnya Sumber Daya Alam. Untuk ikut terlibat dan atau memulai sebagai subjek dalam model ekonomi kapitalis ini, dibutuhkan modal yang cukup besar, sehingga tak banyak yang bisa ikut terlibat.

Pada ekonomi kapitalis, pasar dikuasai swasta. Penguasaan pasar ini dapat dilihat di mall, supermarket, atau di pasar tradisional sekalipun. Penguasaan pasar oleh pemodal menghasilkan persaingan yang tidak sehat. Yang memiliki modal semakin kaya, seseorang tanpa modal tetap sulit (miskin). Kemiskinan menjadi hal yang sulit diatasi pada model ekonomi kapitalis, karena kemiskinan cenderung dibiarkan sampai kemiskinan tersebut hilang dalam data (si miskin meninggal).

Untuk keluar dari jerat kemiskinan, sistem ekonomi kapitalis telah memiliki cara dan polanya sendiri, yaitu melalui persekolahan. Sekolah memungkinkan seseorang siap menjadi barisan pekerja untuk mendapat penghasilan.

Disisi lain, persekolahan memiliki efek berantai. Penyerapan lulusan sekolah sebagai pekerja sangat bergantung pada kesediaan lapangan pekerjaan, sehingga pemerintah memerlukan para investor untuk menyediakan lapangan pekerjaan. 

Ketersediaan infrastruktur juga diperlukan untuk menarik investor. Pada umumnya, seperti negara dengan corak kapitalis lain, pembangunan infrastruktur didapat dengan pendanaan dari utang. Efeknya, untuk membayar cicilan utang, pemberlakuan pajak secara reaktif pada rakyat diberlakukan. Pola seperti ini telah menjadi lingkaran yang tak ada ujung.

Yang perlu digaris bawahi adalah keberpihakan. Di suatu sisi rakyat dibebani dengan pajak, disediakan sebagai SDM, pemerintah berusaha memastikan keberjalanan pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemodal datang begitu saja dengan sedikit usaha lalu siap menarik keuntungan.

Cara lain yang umum dipakai untuk menghindari jerat kemiskinan dalam sistem ini adalah dengan skema peminjaman modal melalui perbankan. Memang pada kenyataannya, keberlangsungan ekonomi kapitalis sangat berhubungan dengan perbankan, permainan uang dan permainan pasar. Menjadi suatu hal yang wajar dalam sistem ekonomi kapitalis ini mata uang diperjual belikan.

Dalam literasi ekonomi Islam. Permodalan perbankan dan perbuatan memperjual belikan mata uang tersebut masuk ke dalam kategori riba. Riba juga menjadi katalis terbaik dan tercepat bagi investor memperoleh keuntungan. 

Di akhir abad 21, hadir gagasan tentang ekonomi Islam yang ditandai dengan merebaknya perbankan 'Islami'.  Hadirnya konsep ekonomi syariah (islamic banking) sebenarnya lebih menekankan pada perlawanan terhadap riba. Belakangan konsep ekonomi syariah banyak dikritisi oleh pemikir islam sendiri karena tak ubahnya meniru konsep kapitalis, sehingga dalam praktiknya banyak ditemui penyimpangan syariah oleh sebagian kalangan.

Ekonomi kapitalis memiliki citra yang buruk bagi banyak kalangan karena menghasilkan banyak ironi. penggelembungan uang disamping terbatasnya kekayaan bumi, kemajuan teknologi seiring penurunan moral, peningkatan GDP seiring ketimpangan ekonomi, dsb. Maka ramai-ramai politikus mengkampanyekan dirinya bukan bagian dari ekonomi kapitalis, dan menyatakan dirinya lebih berhaluan pada ekonomi kerakyatan. Manis di bibir, namun pahit pada tindakan.

Di sisi lain, ekonomi kerakyatan menjadi hilang taji karena pemerintah mencoba meramunya beriringan dengan ekonomi kapitalis. Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi. Modal rakyat tak mungkin sebanding dengan modal para kapitalis. Perlakuan pemerintah terhadap rakyat dengan pemberian akses untuk mendapat permodalan bank, justru akan merantai rakyat dengan kewajiban pelunasan cicilan dengan jaminan berupa aset tanah yang dimilikinya bila bermasalah. Akses permodalan bank  juga mendidik rakyat untuk bermental kapitalis yang lama-kelamaan bisa menjadi monster kapitalis di negeri sendiri.

Bagi sebagian ekonom, ekonomi kerakyatan akan disamakan atau dekat dengan model ekonomi sosialis. Namun sebenarnya, ekonomi kerakyatan lebih dekat kepada konsep ekonomi Islam terdahulu. Karena penggagas ekonomi kerakyatan sendiri, Muhammad Hatta terinsiprasi dari ekonomi Islam dan kebudayaan masyarakat Padang.

Praktik ekonomi kerakyatan pula sederhana bagi pemerintah. Pemberian mandat penguasaan pasar pada rakyat. Membebaskan rakyatnya untuk berusaha. Pemerintah cukup menyediakan pasar di setiap pusat kehidupan masyarakat. Tiap desa, kelurahan, kota, atau provinsi. Biarkan pasar menjadi sentral ekonomi rakyat yang kemudian akan membesar, memberikan kemanfaatan yang lebih luas dengan sendirinya pada masing-masing daerah sehingga terjadi pemerataan ekonomi.

Pemerintah juga harus menyedikan jaminan akan pasar yang bebas dan adil, tidak dikuasai oleh segelintir pihak, serta tanpa ada pungutan di dalamnya. Bukankah sesuai dengan literatur Islam? Nabinya umat Islam pertama kali mendirikan pasar selain mendirikan masjid sebagai start-up peradaban. Pasar yang bebas, merdeka, tidak dikuasai oleh salah seorang disana, bahkan nabinya sekalipun. Pasar yang memungkinkan seseorang yang tidak memiliki modal seperti halnya Abdurrahman bin 'Auf bisa kemudian terlibat di dalamnya dan berjaya dengannya.

Pemerintah harus mampu mengakomodir potensi rakyat dan potensi alam di masing-masing daerah. Membantu perdagangan antar daerah. Menjalankan kembali koperasi sebagai katalis yang mengkoordinir segala potensi produsen, distributor dan konsumen. 

Namun yang paling utama, pemerintah harus memiliki ketegasan dan kekuatan untuk membungkam pelaku kapitalis. Menutup jalan bagi praktik kapitalisme. Pemerintah bersama rakyat harus tegar ditengah gempuran dan tekanan asing yang hendak menguasai kekayaan alam negeri sendiri. Menutup peluang bagi praktik pemodal untuk memonopoli perdagangan dan menjadikan rakyat hanya sebatas konsumen.

Apakah ekonomi kerakyatan menjamin akan pertumbuhan ekonomi? Tentu saja. Pengalaman krisis 1998 menjadi guru akan hal ini. Bagaimana perekonomian negara yang porak poranda, dapat bangkit karena geliat perniagaan mikro di masyarakat.  Entah barangkali pemimpin negeri ini lupa pada peran ekonomi rakyat, sehingga ekonomi rakyat yang dulu menjadi pahlawan sekarang kembali tergusur tanpa diberi kemudahan seperti kemudahan pemerintah terhadap para pemodal.

Tidak mudah memang memulai kembali ekonomi kerakyatan ditengah euforia pembangunan infrastuktur dewasa ini. Diperlukan adanya revolusi mental pada segenap masyarakat. Revolusi mental yang dimulai dari pendidikan untuk memastikan para generasi sekolah tidak menggantungkan hidupnya pada surat lamaran kerja. 

Revolusi mental yang diperlukan untuk menjadikan masyarakat menjadi pribadi aktivasionis, tidak hanya menunggu peluang, tapi menciptakan peluang, berdaya saing , siap berkompetisi, dan tangguh ditengah globalisasi.

Dengan penekanan pada ekonomi rakyat. Infrastruktur akan kembali pada paradigma infrastuktur sebagai sarana umum yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh rakyat. Sarana umum yang menjadi pemacu untuk tumbuhnya usaha-usaha baru di sepanjang pembangunan sarana, entah jalan, pusat kota, dsb. 

Hal yang tak mungkin terwujud pada ekonomi kapitalis karena lebih menghendaki sarana berbayar seperti halnya jalan tol yang lebih beorientasi pada keuntungan pemodal atas nama efektifitas waktu atau kenyamanan sebagian golongan.

Selain dari narasi di atas, ekonomi kerakyatan memiliki kelebihan yang utama. Ketahanannya terhadap krisis. Rakyat sebagai pemilik otoritas ekonomi, tidak terikat pada tekanan ekonomi global, maka guncangan di luar tidak akan berefek pada roda ekonomi rakyat. 

Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi sebenarnya,  ekonomi yang memakmurkan manusia dan alam, ekonomi yang tidak didasarkan pada parameter perbankan atau permainan para spekulan, minim bahkan nihil utang, memiliki aset riil yang bukan hanya ilusi kemakmuran berupa angka di layar komputer.

 Jika benar ekonomi kerakyatan dijalankan, revolusi mental dijalankan dengan sewajarnya, niscaya ekonomi akan meroket dengan nyata. Namun, jika pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi belum juga meroket, barangkali ada hal yang kurang tepat dalam menerapkan ekonomi kerakyatan dan revolusi mental.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun