Dalam literasi ekonomi Islam. Permodalan perbankan dan perbuatan memperjual belikan mata uang tersebut masuk ke dalam kategori riba. Riba juga menjadi katalis terbaik dan tercepat bagi investor memperoleh keuntungan.Â
Di akhir abad 21, hadir gagasan tentang ekonomi Islam yang ditandai dengan merebaknya perbankan 'Islami'. Â Hadirnya konsep ekonomi syariah (islamic banking) sebenarnya lebih menekankan pada perlawanan terhadap riba. Belakangan konsep ekonomi syariah banyak dikritisi oleh pemikir islam sendiri karena tak ubahnya meniru konsep kapitalis, sehingga dalam praktiknya banyak ditemui penyimpangan syariah oleh sebagian kalangan.
Ekonomi kapitalis memiliki citra yang buruk bagi banyak kalangan karena menghasilkan banyak ironi. penggelembungan uang disamping terbatasnya kekayaan bumi, kemajuan teknologi seiring penurunan moral, peningkatan GDP seiring ketimpangan ekonomi, dsb. Maka ramai-ramai politikus mengkampanyekan dirinya bukan bagian dari ekonomi kapitalis, dan menyatakan dirinya lebih berhaluan pada ekonomi kerakyatan. Manis di bibir, namun pahit pada tindakan.
Di sisi lain, ekonomi kerakyatan menjadi hilang taji karena pemerintah mencoba meramunya beriringan dengan ekonomi kapitalis. Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi. Modal rakyat tak mungkin sebanding dengan modal para kapitalis. Perlakuan pemerintah terhadap rakyat dengan pemberian akses untuk mendapat permodalan bank, justru akan merantai rakyat dengan kewajiban pelunasan cicilan dengan jaminan berupa aset tanah yang dimilikinya bila bermasalah. Akses permodalan bank  juga mendidik rakyat untuk bermental kapitalis yang lama-kelamaan bisa menjadi monster kapitalis di negeri sendiri.
Bagi sebagian ekonom, ekonomi kerakyatan akan disamakan atau dekat dengan model ekonomi sosialis. Namun sebenarnya, ekonomi kerakyatan lebih dekat kepada konsep ekonomi Islam terdahulu. Karena penggagas ekonomi kerakyatan sendiri, Muhammad Hatta terinsiprasi dari ekonomi Islam dan kebudayaan masyarakat Padang.
Praktik ekonomi kerakyatan pula sederhana bagi pemerintah. Pemberian mandat penguasaan pasar pada rakyat. Membebaskan rakyatnya untuk berusaha. Pemerintah cukup menyediakan pasar di setiap pusat kehidupan masyarakat. Tiap desa, kelurahan, kota, atau provinsi. Biarkan pasar menjadi sentral ekonomi rakyat yang kemudian akan membesar, memberikan kemanfaatan yang lebih luas dengan sendirinya pada masing-masing daerah sehingga terjadi pemerataan ekonomi.
Pemerintah juga harus menyedikan jaminan akan pasar yang bebas dan adil, tidak dikuasai oleh segelintir pihak, serta tanpa ada pungutan di dalamnya. Bukankah sesuai dengan literatur Islam? Nabinya umat Islam pertama kali mendirikan pasar selain mendirikan masjid sebagai start-up peradaban. Pasar yang bebas, merdeka, tidak dikuasai oleh salah seorang disana, bahkan nabinya sekalipun. Pasar yang memungkinkan seseorang yang tidak memiliki modal seperti halnya Abdurrahman bin 'Auf bisa kemudian terlibat di dalamnya dan berjaya dengannya.
Pemerintah harus mampu mengakomodir potensi rakyat dan potensi alam di masing-masing daerah. Membantu perdagangan antar daerah. Menjalankan kembali koperasi sebagai katalis yang mengkoordinir segala potensi produsen, distributor dan konsumen.Â
Namun yang paling utama, pemerintah harus memiliki ketegasan dan kekuatan untuk membungkam pelaku kapitalis. Menutup jalan bagi praktik kapitalisme. Pemerintah bersama rakyat harus tegar ditengah gempuran dan tekanan asing yang hendak menguasai kekayaan alam negeri sendiri. Menutup peluang bagi praktik pemodal untuk memonopoli perdagangan dan menjadikan rakyat hanya sebatas konsumen.
Apakah ekonomi kerakyatan menjamin akan pertumbuhan ekonomi? Tentu saja. Pengalaman krisis 1998 menjadi guru akan hal ini. Bagaimana perekonomian negara yang porak poranda, dapat bangkit karena geliat perniagaan mikro di masyarakat. Â Entah barangkali pemimpin negeri ini lupa pada peran ekonomi rakyat, sehingga ekonomi rakyat yang dulu menjadi pahlawan sekarang kembali tergusur tanpa diberi kemudahan seperti kemudahan pemerintah terhadap para pemodal.
Tidak mudah memang memulai kembali ekonomi kerakyatan ditengah euforia pembangunan infrastuktur dewasa ini. Diperlukan adanya revolusi mental pada segenap masyarakat. Revolusi mental yang dimulai dari pendidikan untuk memastikan para generasi sekolah tidak menggantungkan hidupnya pada surat lamaran kerja.Â