Mohon tunggu...
Ayah Yahya
Ayah Yahya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Memahami Riba Seutuhnya

21 Juni 2018   07:59 Diperbarui: 21 Juni 2018   08:19 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Riba sudah mafhum dikenal kaum muslim sebagai salah satu dosa besar. Semua ulama dan juga semua syariat dari para nabi yang diutus mengharamkan riba.  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Melakukan riba hukumnya haram berdasarkan al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijma'."

Namun, kebanyakan orang saat ini memahami riba hanya sebagai perkara "dosa" pribadi perorangan, yang tidak akan membatalkan keislaman orang yang bersangkutan. Memang tidak salah, namun keliru memandang riba hanya sebagai "dosa perorangan" akan mengakibatkan ummat tidak dapat memahami karakteristik riba secara utuh, efek yang dihasilkan, dan bagaimana melawannya.

Hal utama yang harus kita pahami adalah; mengubah pandangan kita akan riba bahwa riba bukan hanya persoalan maksiat nafsi-nafsi, RIBA adalah salah satu bentuk khutuwat (strategi) setan.  Setan memiliki sumpah untuk menyesatkan manusia dengan berbagai khutuwatnya, salah satu strategi yang paling jitu adalah berupa riba. Tentu tujuan utamanya adalah agar dapat menyesatkan manusia sebanyak-banyaknya sehingga lupa dari perannya sebagai 'abid dan khalifah di muka bumi.

Riba sebagai Strategi Setan?

Sederhananya, riba adalah katalis bagi hawa nafsu manusia agar bisa mendapatkan segala yang diinginkan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini benar-benar dimanfaatkan oleh setan untuk mempengaruhi manusia yang haus akan gaya hidup berlebihan di dunia. Sekian abad berlalu, riba menjelma menjadi sistem ekonomi yang berhasil mempengaruhi pola kehidupan manusia.

Dengan riba, negeri di barat memiliki sumber pendanaan tak terbatas untuk melakukan peperangan bahkan penjajahan. Bangsa eropa yang dulu tak diperhitungkan, menjadi bangsa yang superior dalam waktu yang singkat. 

Penyebaran Islam terhenti di daerah yang disuntik dengan pinjaman peperangan dari Riba. Muslimin seperti mati langkah saat menghadapi eropa (Prancis, Inggris, dsb). Muslimin saat itu melawan musuh yang salah. Musuh sebenarnya berlindung dalam bentuk sistem riba. kerajaan di eropa hanyalah debitur, konsumen untuk berhutang. Selama instusinya pemberi modal ribawinya tidak diperangi, kerajaan, negara dan atau konsumen riba lainnya tetap akan memiliki pendanaan yang melimpah. Mari cek negara adidaya saat ini, Amerika. Berapa utang mereka? Dan berapa anggaran untuk peperangan dari modal utang ribawinya?

Dengan riba, negeri-negeri liberal dan sekuler menjelma menjadi "NEGARA MAJU", riba kian mengkarbit kemajuan teknologi, dimulai sejak revolusi industri dengan suntikan modal utang ribawi perbankan untuk swasta. 

Bangsa barat disangkakan sebagai sokoguru perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh banyak orang. Kaum muslimin tertegun, merasa orang barat lebih superior dalam kecerdasan, muslimin merasa tertinggal dalam pendidikan, terbuai mengikuti model pendidikan mereka. Padahal dulunya, ulama kaum muslimin merupakan sentra ilmu bagi mereka.

Penyelenggaraan negara pun tak luput dari pesona riba, hampir semua negeri ikut hanyut dalam pola pembangunan negeri dengan dimodali utang ribawi demi disejajarkan menjadi "NEGARA MAJU". 

Bagi orang-orang yang gegar ekonomi saat ini, dimana mereka hanya tahu mekanisme ekonomi makro di kulitnya saja, ramai-ramai mengamini langkah negara berhutang. Semua berdalih, "demi kemajuan bangsa, utang boleh selama fiskal negara sehat". Mereka tak melihat kerapuhan ekonomi ribawi yang saat ini mereka terpukau atasnya.

Kenyataannya, Hanya beberapa persen saja uang yang beredar di masyarakat dalam bentuk kertas, sisanya? Hanya ada dalam catatan nominal di dunia maya. Maka wajar pemerintah sangat paranoid saat isu "rush money" beredar di masyarakat. 

Saat masyarakat hendak mengambil uangnya di bank secara bersamaan, bank akan kesulitan mencetak uang, bahkan negara bisa chaos. Jangan tanya apakah bisa diganti dengan emas, tak mungkin, karena uang kertas saat ini hanyalah alat bagi sistem ribawi untuk mengelabui manusia. Nilai yang diada-adakan di atas sesuatu yang tiada. Jadi bayangkan, negara bisa bubar karena masalah alat tukar. Betapa rapuhnya penyelenggaraan negara berdasarkan ekonomi ribawi ini.

Masyarakat dan negara saat ini hidup terjebak dalam pola ekonomi ribawi. Anak disekolahkan di institusi persekolahan yang dibangun utamanya untuk menjadikan manusia sebagai barisan calon pekerja. Hasilnya, ratusan ribu bahkan Jutaan calon pekerja tiap tahun dihasilkan oleh pabrik SDM bernama "sekolah". 

Hal tersebut secara tidak langsung mendorong pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan membutuhkan campur tangan investor. 

Investor memerlukan kesiapan infrastruktur. Untuk membangun infrastuktur dengan cepat negara harus berhutang. Maka Lengkaplah rumus para ekonom ribawi tentang pertumbuhan ekonomi dengan sebab utang. Tampak seperti jebakan cerdas agar negara terlibat dalam riba bukan?

Inilah wujud dari sistem riba yang sebenarnya. Setan telah secara apik membuat strategi menyesatkan manusia dengan riba. Satu dosa besar yang kita sangka tidak berefek besar pada kehidupan masyarakat. 

Dosa besar yang kita anggap biasa, telah kita rasakan sekarang efeknya. Inilah Kehidupan yang jauh dari nilai-nilai agama, silau dengan kemewahan materi dunia. Saat ini, pembahasan riba bukan lagi sebuah teori konspirasi akan datangnya New World Order, karena nyatanya, dia telah terwujud lama sejak semua negara tunduk dalam penyelenggaraan negara dengan pola ribawi.

Solusi yang sebenarnya.

Maka, setelah kita mengetahui bahwa riba ini adalah sebuah sistem yang telah setan siapkan untuk menjerat manusia, sejatinya kita juga mesti memahami bahwa solusi dari semua masalah yang dihadirkan oleh riba;

Solusi bagi ketimpangan ekonomi dan sosial adalah memerangi riba; karena tanpa riba para monster kapitalis tidak akan memiliki modal untuk mempermainkan masyarakat. 

Mereka tidak akan bisa menjual gaya hidup, mengiming-imingi manusia akan kenyamanan secara instan melalui skema kredit. Kalau mereka (kaum kapitalis) tidak bisa menjual barang mewah mereka berupa properti, atau barang mewah lain, mereka tidak akan mendapatkan return yang cepat. Kita tidak akan menyaksikan mereka (bankir/kapitalis) sebagai mafia tanah yang memiliki 70% tanah di dalam negeri.

Solusi bagi perpolitikan adalah memerangi riba; karenanya para pandir tidak akan memiliki kemampuan untuk memodali biaya politik pencitraan mereka. Tak akan kita lihat pembangunan dengan dibiayai utang demi pencapaian keberhasilan 5 tahunan. 

Solusi bagi masalah sosial adalah memerangi riba; karena tanpa riba tak akan kita lihat kecepatan perkembangan teknologi yang melampaui kesiapan psikologi dan sosial masyarakat dalam menerima teknologi baru.

Solusi bagi peperangan adalah dengan memerangi riba; karenanya para penjajah tidak akan memiliki pinjaman modal untuk memproduksi senjata atau sekedar membayar para tentara.

Solusi bagi pendidikan adalah dengan memerangi riba; karenanya pendidikan akan kembali pada asasnya untuk menumbuhkembangkan siswa, bukan sekedar menyiapkan atau menseleksi calon pekerja.

Solusi bagi kemakmuran adalah dengan memerangi riba; karenanya manusia akan kembali pada kemakmuran yang hakiki dengan mengelola alam, bukan berspekulasi di tempat pialang saham yang hanya berorientasi keuntungan.

Bahkan solusi bagi hal-hal kecil adalah dengan memerangi riba; kemacetan, kerusakan alam, kemiskinan, semua masalah "modern" adalah produk riba.

Riba bukan sekedar maksiat nafsi-nafsi. Riba memiliki efek buruk yang besar pada kehidupan kita tanpa disadari. Perlahan namun pasti, riba telah membutakan banyak manusia. 

Selama ini kita disodorkan solusi yang tidak tepat, kita kadang berharap dengan politik dapat mengikis ketimpangan, kita berharap dengan pendidikan dapat memperoleh kemakmuran, kita beranggapan dengan demonstrasi dapat mengakhiri peperangan, dsb. Tak salah, namun kurang tepat. Tanpa mengetahui riba secara utuh, Kita seperti seekor banteng yang menyerang target yang disiapkan matador tanpa pernah mengenai matador sebagai target sebenarnya.

"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah: 279)

Wallahua'lam bishshawab.

****

Indonesia, Juni 2018

Ditengah suhu perpolitikan yang panas dan menguras energi. Alangkah eloknya bila energi besar yang digunakan untuk memerangi lawan politik, yang (bisa jadi) dapat merenggangkan solidaritas ummat dan saudara sebangsa, dapat digunakan untuk memerangi musuh sebenarnya; khutuwat setan berwujud sistem riba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun