"Kebetulan aku membawa barang cukup banyak. Tapi kita sampai tiga hari. Mau?"Â
Kapan lagi? Aku langsung mengangguk. "Memang bawa apa?" tanyaku.
Bang Izal membawaku ke rumahnya. Di dalam kamarnya ada tas ransel lusuh, juga kardus. Ketika dibuka aku cukup terkejut. Terlihat bungkusan-bungkusan ukuran sedang -- mungkin sekitar 1 kg -- dengan kertas kopi coklat (ada juga yang menyebut kertas sampul buku). Itu pernah kulihat di televisi, saat polisi memamerkan hasil tangkapan mereka terhadap kelompok pengedar narkoba.
Aku memandang Bang Izal. "Ganja? Jadi selama ini Abang menjual ini?"
Bang Izal tertawa pelan. "Kaupikir selama ini aku punya banyak uang karena jual emas? Punya perusahaan? Anak pejabat?"
"Nggak takut ditangkap polisi?"
"Buktinya sampai hari ini aku aman-aman aja." Bang Izal tekekeh. "Tapi kita harus tetap hati-hati. Intinya, jangan percaya kepada siapa pun," lanjut Bang Izal.
"Barang ini ngambil dari mana?"
"Ada. Nanti juga kamu tahu. Tapi kalau kamu tipe lelaki penakut sebaiknya jangan."
Sempat ada rasa was-was. Akhirnya kuberanikan juga. Dan petualangan pun dimulai.
***