Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cannabis Sativa, Hanya Sepenggal Cerita

3 Desember 2024   06:15 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:17 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polisi menangkap penjahat. Foto oleh VIVIANE6276 | Pixabay 

Ternyata barang-barang itu sudah ada penampungnya. Juga ada tempat-tempat tertentu untuk bertemu. Terkadang tempat pertemuan diganti atau ditunda, karena kami merasa sedang diintai petugas kepolisian.

Suatu waktu aku diajak Tengku Rizal mengambil barang langsung di Ujung Sumatera. Bang Izal begitu cerdik dan teliti. Ia mempersiapkan plat-plat nomer kendaraan dari berbagai daerah. Memasuki wilayah Sumatera Utara kami mengganti nomer polisi kendaraan dengan nomer wilayah yang kamu lalui. 

Begitu seterusnya sampai memasuki wilayah Sumatera Barat, Palembang, hingga Lampung. Karena menurut pengalaman, polisi sering menghentikan kendaraan dengan plat nomer dari daerah lain. Untuk kamuflase biasanya kami tumpukkan hasil-hasil pertanian, seperti pisang, kelapa, dan sebagainya.

Sampai di Pelabuhan Bakauheni, kami mulai waspada; di sini sering pemeriksaan. Tapi selama ini petugas pelabuhan belum ada yang menaruh kecurigaan. Karena selama ini selalu, istilah kami, bersembunyi dalam terang. Kami selalu mengusahakan ketika sampai di Bakauheni hari sudah siang. Mereka takkan curiga kami bisa seberani itu. Memang pada umumnya mobil-mobil yang membawa barang sering menyeberang pada waktu malam.

Selain itu kami pernah membawa barang secara terang-terangan. Sebagian dari kami diborgol. Dan ada dua sampai tiga orang kawan kami seolah-olah mengawal. Mereka tentu berpakaian seragam kepolisian atau tentara. "Ini ada tangkapan besar di Lampung. Akan kami bawa ke Jakarta," kata kawan yang berpakaian seragam, penuh percaya diri, kepada petugas pelabuhan saat kami kepergok.

Ini memang memerlukan mental baja.

Sampai wilayah Tangerang dan -- apalagi Jakarta -- kami selalu lolos. Mungkin tipikal penduduknya yang tak peduli dengan sekelilingnya, menguntungkan kami.

Tapi, ya itu tadi, uang yang didapat begitu besar dan mudah, begitu mudahnya pula kami menghabiskan. Kami sering foya-foya.

Semua itu akhirnya terhenti. Saat kami ngedrop barang di wilayah Anyer, kami digerebeg. Kami tak menyadari, rupanya selama ini kami sudah diintai.

Kami melawan. Terjadi baku tembak. Perlawanan kami hanya sebentar karena dikepung puluhan petugas kepolisian. Bang Izal dan dua orang teman kami tewas di tempat. Sedangkan aku dan seorang lagi ditangkap.

Aku sendiri, sebuah peluru menembus dadaku. Kalau bidikan itu bergeser satu cm ke arah kiri tentu itu tepat mengenai jantungku. Dan tentu hari ini kamu tidak bisa mendengar ceritaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun