Dan rencana pun disusun.
Aku harus bisa menyusup ke markas Felix, masuk ke organisasi mereka. Bagaimanapun caranya. Tim sudah memantau pergerakan Felix. Apa kebiasaannya, ke tempat-tempat mana ia sering singgah. Lalu dibuatlah skenario, tanpa disadari Felix, aku selalu membayang-bayangi dirinya. Entah itu saat menyeberang jalan, di mall, di cafe, dengan pakaian atau tingkah yang mencolok. Itu dengan tujuan agar terekam dalam ingatannya. Dan itu dilakukan sewajar mungkin.
Dapat saja kami menghabisi Felix saat itu, tapi itu tidak kami lakukan. Kami ingin tahu lebih jauh jaringan Felix.
Sampai kejadian pada suatu malam. Aku bersandiwara dengan kawan-kawan satu tim. Aku seolah-olah sedang dirampok penjahat di sebuah jalan, yang kami tahu ada mobil Felix melintas di jalan itu.
Berhasil. Felix turun dari mobil dan menolong diriku. Tentu kuperlihatkan juga kalau aku takut dan curiga dengan dirinya.
Dan bertemu di cafe. Cafe itu memang kepunyaan organisasi kami. Aku pura-pura tak mengenal saat Felix menyapaku. Ini memang bagian dari skenario. Aku berusaha Felix penasaran denganku. Dan aku tetap menampilkan sosok gadis yang lugu.
Felix percaya. Kami melangkah jauh. Lebih jauh. Bercinta, ah, sudah lama tak kurasakan.
Aku jatuh cinta? Tidak. Aku hanya menikmati petualanganku. Dalam operasi seperti ini tidak boleh perasaan dilibatkan.
Sebenarnya aku cukup terkejut karena Felix begitu cepat percaya denganku. Aku diajaknya melihat bisnisnya selama ini. Sebuah pabrik heroin. Saat itu rasanya ingin kubenamkan peluru ke kepalanya. Tapi, sabar. Harus sabar. Aku harus hati-hati. Tanpa sepengetahuan mereka kukirim laporan ke Komandan, segala kegiatan mereka.
Dan pesta harus segera diakhiri.
Suatu malam sepasukan terlatih, kawan-kawanku, menyerbu pabrik itu. Segala peralatan dihancurkan. Walau pabrik dijaga anak buah Felix secara berlapis, tapi dengan cepat mereka dilumpuhkan. Karena sebelumnya aku sudah memberi informasi, titik-titik terlemah dari penjagaan.