Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamus Bahasa Inggris dan Banyak Hal tentang Dirimu

24 Oktober 2023   05:27 Diperbarui: 24 Oktober 2023   05:38 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto oleh Libellule789/ Pixabay

Ini sepenggal ingatan saat kita duduk di bangku SMA.

Kamu percaya cinta pada pandangan pertama?.

"Kenapa?" kau balik bertanya.                           

Baca juga: Perhentian

"Diam-diam aku mencintaimu diam-diam."

Kamu tertawa, dan tawamu kubawa dalam ingatan. Berhari-hari, berminggu-minggu. Tapi sayangnya semuanya itu tak pernah terjadi. Semuanya adalah drama yang kuinginkan dalam kepalaku.

Mencintai diam-diam adalah kesakitan paling kelam.

***

Namaku F, dan kamu H. Pada daftar buku absensi nama kita berdekatan. Tapi itu bukan memperpendek jarak. Kurasakan kamu begitu jauh.

Kamu adalah kembang di kelas. Sedang diriku, aku, namaku, tak pernah dibicarakan di kelas. Prestasi akademikku biasa-biasa saja. Aku pun tak mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Jadi, siapa yang mengenal diriku? Kalaupun ada namaku bergema di dalam kelas, itu biasanya berhubungan dengan terlambatnya pembayaran uang SPP.

Tapi ini soal cinta. Anggap saja semua itu takada hubungannya. Atau, mungkin,  sebagai pembelaan bagi orang-orang yang kalah bersaing sebelum bertarung.

Kenapa cinta, barangkali di situ letak persoalannya. Baiklah, kuingat ulang peristiwa itu. Sedikit melompat-lompat karena kejadiannya sudah cukup lama.

***

Kita satu kelas.

Ada kegembiraan yang aneh setiap pagi saat melihatmu memasuki kelas. Mendengar suaramu ketika berbincang bersama teman. Juga debar yang asing bila kita berpapasan jalan tak sengaja. Dan khayalan-khayalan yang absurd setiap menjelang aku tidur.

Tak apa. Kunikmati. Juga menikmati gemetar yang tak bisa kukendalikan, saat kita diskusi kelompok. Ini menyenangkan, karena nama kita berdekatan dalam buku daftar absensi. Itu membuat kita selalu dalam satu kelompok belajar. Aku ingat, kau selalu menjadi ketua kelompok.

Aku menikmati diam-diam. Diam-diam juga merasakan kesakitan yang diam-diam. Karena aku tak berani mengungkapkan secara langsung. Bahkan sekadar isyarat.

Ini memang gila.

Makanya aku ingin mempunyai kamus Bahasa Inggris. Kenapa bahasa Inggris, karena ini pelajaran yang sulit kumengerti. Aku ingin menyigi, memindahkan kata-kata dalam kamus, menceracau dengan diksi-diksi yang, tak apa, sedikit kacau.

Dalam kamus mungkin disebut crazy. Atau insane. Atau keduanya. Atau tak terwakili dengan dua kata itu. I love you, itu yang aku mengerti. Barangkali sebenarnya aku juga tak paham saat di mana ungkapan I love you harus diucapkan.

Dan crazy, dan insane, dan I love you, terus berlanjut.

Dan kau, tentu banyak teman cowok menghampirimu. Suatu ketika ada seorang cowok yang selalu bersamamu. Aku menangkap rona kegembiraan pada wajahmu. Cowok itu mencintaimu, mungkin. Kau juga mencintainya, mungkin. Aku mencintaimu, pasti.

Aku marah? Tidak. Cemburu? Sedikit. Juga takada hakku untuk cemburu. Aku hanya berusaha menghibur diri dengan menikmati perasaanku yang aku sendiri sulit mendefinisikan.

Sinting? Edan? Kalau ada yang tahu mungkin akan mengatakan begitu. Untunglah aku tak pernah bercerita kepada siapa pun. Kupendam sendiri.

***

Akhirnya sampai juga pengumuman kelulusan. Semua bergembira. Sebagian berencana akan mewujudkan mimpi-mimpi yang lain. Sebagian lagi mungkin ragu dengan mimpi mereka. Dan, tentu, ada juga takut untuk bermimpi.

Tapi pada saat terakhir itu aku memberanikan diri menghampirimu. Menyatakan cinta? Tidak. Aku hanya ingin kau membubuhkan tanda tangan dan mencoret-coret baju seragamku. Seperti banyak siswa cowok yang lain.

Kurasakan getaran spidol di punggungku.
Merembet pada dadaku. Lama.

Jadi, apa penting bedanya insane dan crazy?

***

Bertahun lalu. Bertahun lalu ...!

Setelah lulus SMA itu aku tidak pernah lagi bertemu denganmu. Lagipula untuk apa? Perasaan-perasaan itu toh hanya pada diriku.

Kini aku sudah tua, tentu sudah berkeluarga. Punya anak, punya cucu. Tapi aku masih mengingatmu.

Sesekali ingin kuketikkan namamu di mesin pencarian Google. Entah kenapa selalu kuurungkan. Sepertinya aku tidak siap untuk mentertawai diriku sendiri, bila nanti melihat kebersamaanmu dengan keluargamu dalam sebuah postingan. Aku juga tak mempunyai grup WA alumni. Jadi tidak tahu keadaan dirimu dan teman-teman yang lain.

Hingga hari ini aku tetap tak punya kamus Bahasa Inggris. Tapi lewat google aku mengerti apa itu insane dan crazy. Meskipun begitu, tanpa kamus tanpa google aku masih mengerti apa itu, I love you.

Crazy? Insane? Terserah!

***

Lebakwana, Oktober 2023
Ilustrasi melihat kamus. Foto oleh Libellule789/ Pixabay.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun