Bagaimana kalau ini semacam lisensi puitik dari sang penyair? Ya, tidak apa-apa. Tapi kalau mata diganti netra, "rasa" puisinya kok terasa kering. Mudah-mudahan ini anggapan saya saja.
***
Lalu, petrikor
Ini sering terlihat pada judul. Tak jarang terbaca juga di tubuh puisi. Petrikor sendiri berarti suasana (atau aroma) tanah kering sehabis ditimpa hujan.
Memang terdengar unik, ada semacam unsur magis. Namun, yang sering adalah sekadar gaya-gayaan saja, agar puisinya terlihat beda. Tak tersirat pesan pada tubuh puisi, hubungan apa petrikor dengan diksi-diksi berikutnya.
Jadi ada semacam pengaruh ikut-ikutan. Satu menulis petrikor, yang lain tak ingin ketinggalan.
Tapi apa salah menggunakan titik tiga, netra, atau petrikor?
Ini bukan soal salah atau benar. Tidak sama seperti kita menilai hitungan matematika. Dalam puisi dinilai rasa keindahan. Keindahan pemilihan kata, permainan bunyi, menggunakan metafora, juga bagaimana cara kita menyampaikan pesan yang menyentuh hati.
Bagaimana kalau ingin tetap menggunakan juga? Tidak apa-apa juga. Ini hanya soal rasa dan selera.
Yuk, sama-sama belajar.