Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat 'Sekjen PBB' Pulang ke Desa (2)

3 Januari 2021   14:03 Diperbarui: 3 Januari 2021   14:13 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya

Apa yang menarik dari Yudi? 

Jangankan teman-temannya, Aliz sendiri heran kenapa bisa jatuh cinta kepada Yudi. Lelaki yang pendiam, nggak bisa dandan, takpernah aktif dalam kegiatan kampus, prestasi akademiknya pun biasa-biasa saja. Apa yang menarik? 

Sangat jauh dengan dirinya, yang takbisa diam, aktif di berbagai organisasi, meledak-ledak; juga, ehm, cantik. Tapi di mata Aliz ada nilai plus pada Yudi. Yudi walaupun pendiam adalah sosok yang mandiri. 

Aliz tahu itu, bagaimana Yudi membiayai kuliahnya sendiri dengan bekerja paruh waktu. Dan yang lebih penting, Yudi berani menyatakan cinta kepada dirinya. 

"Mendapatkan dirimu aku seperti menjadi tokoh dalam cerita dongeng. Aku pemuda desa, memenangkan sayembara kerajaan untuk mempersunting putri kerajaan yang cantik. Kalaupun gagal itu tetap menjadi kebanggaan pada diriku," kata Yudi pada sebuah kesempatan. 

Aliz takjub, tak menduga Yudi yang pendiam itu bisa berkata seperti itu. Dan Aliz suka. 

Tidak seperti kawan-kawannya selama ini, hanya memandang takjub dari kejauhan. Merasa minder untuk menyatakan lebih lanjut. Juga kawan-kawannya yang suka pamer. Padahal itu dari uang orang tuanya. 

Dan Aliz mengambil keputusan, seusai kuliah menikah dengan Yudi. Mengikuti Yudi yang telah menyelesaikan kuliah Pertaniannya ke desa. Aliz berharap dengan ia tinggal di desa dapat meredam sifat liarnya. 

Tapi ternyata tidak. Jiwanya selalu menggelegak. Setelah anaknya berusia tiga tahun ia mengajukan tuntutan cerai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun