Tak sampai seminggu senjata itu sudah tersedia, lengkap dengan peredam suara. "Pistol itu sudah ada pelurunya," jelas Pak Gandring.Â
"Oh, ya?"
"Ya."
Aku pun mencobanya. Pistol itu kuarahkan ke dada Pak Gandring. Ia terkejut. Sebentar. Setelah bunyi 'dup'' tubuhnya terjengkang. Saksi harus dilenyapkan!Â
Di tengah sekaratnya Pak Gandring masih sempat menyumpahiku, bahwa aku akan terbunuh juga dengan pistol itu. Aku hanya terbahak.Â
Selanjutnya, aku tak ingin bertindak bodoh. Aku meminjam tangan Kebo Ijo, mantan anak buahku dulu, untuk menghabisi Tunggul Ametung.Â
Tunggul Ametung tewas dalam sebuah peristiwa perampokan, saat ia beristirahat di villanya. Aku sebagai pengawal pribadinya terluka cukup parah, tapi luka yang tak membahayakan nyawaku. Ini memang sudah kurencanakan, agar orang tak terlalu curiga.Â
Setelah aku sembuh kucari Kebo Ijo. Ia kudapati sedang pesta miras bersama dua orang temannya saat membunuh Tunggul Ametung dulu. Mereka kuhabisi dengan pistol yang kudapat dari Pak Gandring.Â
Saksi harus dilenyapkan!Â
Aku kemudian menghubungi Ken Dedes.Â
***