"Himawal," gonggong Pak Kaesan. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini?"
Garpumu berhenti dan seringai nakal terlihat di wajahmu.
Aku kebingungan berpindah pandangan antara kalian berdua. Bukankah kamu salah satu anggota dewan?
"Aku di sini, Kaesan, karena aku tertarik dengan properti ini. Apalagi kalau di dalamnya ada pembuat kue yang bisa membuat kue seenak ini."
Kamu berbalik ke arahku.Â
"Saya adalah ketua ... perkumpulan sejarah swasta, dan ketika saya mendengar tentang rencana dewan kota, saya buru-buru ke sini. Beberapa pebisnis lokal sering menyumbangkan sebagian keuntungannya untuk pelestarian sejarah, dan kami menawarkan Anda dana yang diperlukan untuk mengembalikan rumah ini ke keindahan aslinya."
Aku membuka mulut. "Tapi, Pak Himawal ..."
Senyummu kembali. "Tentu saja, Anda bisa membalas saya dengan lebih banyak kue mahakarya."
Pak Kaesan berdiri dengan kaku.Â
"Apa yang Anda lakukan dengan uang Anda adalah urusan Anda, Pak Himawal, tapi saya akan berterima kasih kalau Anda tidak ikut campur dalam urusan kami di masa depan."
Yang lain mengikuti Pak Kaesan saat dia berjalan ke pintu dan keluar sebelum aku sempat bangkit dari kursiku.