Baru saja mengenakan gaun lavender selutut ketika bel pintu bergema di seluruh rumah. Sampai di pintu depan, aku melihat sosok tubuh tinggi berpakaian gelap melalui jendela samping. Berhenti di depan tangga besar yang sudah lapuk, aku membayangkan Mama menyapu ke bawah untuk menyambut tamunya. Suatu hari nanti, aku akan tampil megah seperti yang dilakukan Mama.
Menegakkan bahu, aku memasang senyum penuh percaya diri dan membuka pintu.
Senyumku membeku saat tatapanku mendongak ke atas. Mata cokelat yang menari-nari, rambut hitam agak berrantakan tapi macho di atas dahi yang halus dan kecokelatan. Sejak kapan ada anggota dewan seganteng ini?
Aku memaksa mulutku terbuka. "Silakan Masuk, Pak..."
Kamu menyeringai, menundukkan kepala. "Himawal. Himawal Linukh."
Aku melangkah mundur dan membiarkannya masuk, masih memegang kenop pintu untuk menjaga agar tubuhku tak limbung oleh lutut gemetar.
"Masuklah ke ruang tamu, Pak Himawal."
"Panggil aku Him."
Jantungku tersandung.
Kamu berhenti di depan meja kue. "Kue yang enak sekali, Nona Ghea. Pasti benar apa yang mereka katakan tentang masakanmu."
Kamu mengambil segelas es teh dan menyesapnya.