Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 139: Pada Sebuah Pesta Kebun

31 Maret 2024   08:08 Diperbarui: 1 April 2024   10:34 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: ew.com

Panasnya Resepsi Penikahan

"Lebih baik rapikan rokmu, Citra sayang. Kecemburuanmu tampak jelas."

Suara Prana memiliki cara tersendiri untuk menyelami jauh ke dalam jiwa Citra dan menyinari semua yang dia coba sembunyikan. Meskipun sia-sia membantah pria jangkung tegap yang berdiri di belakangnya, Citra memeluk dirinya sendiri, menjaga matanya tetap fokus pada pengantin yang berputar-putar di hadapannya. "Kenapa aku harus cemburu?"

"Hanya karena kamu suka Mahiwal sejak kita masih SMA. Let it go. Sudah waktunya untuk melupakan cinta lama. Doakan saja supaya dia dan Ghea bahagia."

Citra menegakkan tulang punggungnya. "Yang kamu bilang cemburu, aku sebut cuaca panas. Orang waras mana menjadwalkan pesta resepsi outdoor di bulan Juli di Karawang? Dengan tema antebellum? Ghea boleh mengambil kembali gaun pengiring pengantin ini dan---"

"Tenang, tenang. Ghea bestie kamu. Lagipula, kamu terlihat menawan dalam... bahan apa ini?" Dengan jarinya, Prana mengusap kain yang tersampir di bahu Citra.

"Kain tule. Wabah penyakit kesebelas di Mesir.".

Tawa hangat Prana mengangkat sudut bibir Citra.

Di seberang lantai dansa, dua pengiring pengantin lainnya menatap tajam ke arah Citra. Tidak mengherankan. Citra tidak begitu disukai---tidak pernah ada yang suka. Seperti kata emak-emak gossiper, kecantikannya dapat membangkitkan nyanyian para bidadari, namun kepribadiannya dapat membuat susu murni terbaik menjadi keju busuk terbau.

Suara DJ memotong nada akhir Ed Sheeran.

"Untuk lagu berikutnya, pasangan opengantin mengundang semua orang untuk bergabung di lantai dansa."

Para pengiring pengantin terkikik, lalu memusatkan pandangan mereka pada Prana. Sekali lagi, tidak mengherankan. Kegantengannya yang maksimal melebihi semua cowok di ruangan itu, termasuk juga Mahiwal. Tapi begitu pula kesombongannya.

"Berdansalah denganku, Citra." Hembusan napas dingin Prana menggelitik telinganya.

"Aku nggak bisa. Udah janji sama abang Ghea."

Beberapa meter dari mereka, mahasiswa S2 Manajemen Perusahaan berwajah culun itu menyeringai.

"Dia? Dia tidak pantas untukmu." Prana menarik lengan Citra, membuatnya berputar ke hadapannya.

"Dan kamu pantas?"

"Aku rasa aku bisa berputar-putar di lantai dansa tanpa kehilangan banyak darah." Dengan mata gelapnya yang tajam menusuk, Prana memeluk pinggang Citra.

Sambil meletakkan satu tangan di belakang leher cowok itu, Citra menarik kerahnya yang tidak dikancingkan dan longgar, dasi dan jaketnya sudah lama dilepas. "Bagaimana kalau aku tidak ingin terlihat berdansa dengan cowok dengan reputasi buruk sepertimu?"

"Reputasiku? Bukan aku yang mengambil paksa semua lahan di sini."

Citra mendengus, menggelengkan kepalanya. "Untuk insfrastruktur, katanya. Pemerintah ingin menguasai tanah keluargaku untuk membangun jalan tol. Tapi aku punya rencana. Mereka tidak akan bisa mengambilnya dariku." Napasnya memburu saat udara di dalam tenda terasa semakin menyesakkan.

Prana melepaskan tangan Citra dari lehernya, lalu membalikkan telapak tangannya yang kapalan ke atas.

"Setiap kali aku lewat di depan rumahmu, aku lihat kamu sedang bekerja di halaman atau membuang barang ke tempat sampah. Aku bertanya-tanya rahasia apa yang kamu sembunyikan."

"Sepertinya aku harus meninggalkanmu."

Citra mencoba melepaskan tangannya, tapi Prana mencengkeramnya erat-erat.

"Dengar, aku mungkin punya... masa lalu yang penuh warna, tapi aku selalu jujur. Kamu dapat mempercayaiku." Dia menekan tangan Citra ke jantungnya. Mereka bergoyang mengikuti irama lagu.

"Temanku relawan yang membangun organisasi untuk para penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Dia mencari lahan untuk membangun tempat penampungan para korban, memulai awal yang baru, dan mempelajari keahlian. Blambang Residence bisa menjadi semacam tempat perlindungan." Citra melihat sekeliling. "Tapi seperti yang bisa kamu bayangkan, privasi dan kebijaksanaan penting demi kepentingan perempuan. Bagaimana aku bisa melawan pemerintah kalau aku tidak bisa memberi tahu mereka apa rencanaku untuk properti itu?"

Warisan peninggalan orang tua Citra membuatnya kembali ke kota asal setelah lima tahun melanglang buana.

Jidat Prana berkerut. Matanya menjelajahi wajah Citra, seolah-olah pori-prinya yang halus tak tertutup riasan tebal mungkin berisi jawaban atas pertanyaannya. Tetap saja, pasangan itu terus berdansa. Setelah bagian refrain, bibirnya terbuka. "Saat pertama kali merencanakan perluasan jalan raya, mereka mengusulkan dua rute. Aku akan membujuk pemilik usaha di jalur 5 untuk mengajukan petisi agar jalan tol tersebut melewati koridor mereka."

Dia meremas tangan Citra. "Aku akan membantumu. Kita akan menjadi tim yang solid."

"Aku tidak butuh bantuanmu. Mengapa bukan aku yang bicara langsung dengan pemilik usaha?"

"Karena mereka tidak menyukaimu."

Panas hari itu menyengat kulit Citra. "Beraninya kamu---"

"Tetapi aku menyukaimu. Sungguh. Dari dulu." Seringai sinisnya kembali. "Ada hati di balik penampilan luarmu yang sedingin batu itu, kan?"

"Jangan kasih tahu orang lain."

"Biarkan aku melakukan ini untukmu. Kamu fokus membantu para wanita tersebut dan memberikan kehidupan baru pada rumahmu. Blambang akan bangkit kembali."

 "Dan apa yang kamu inginkan sebagai imbalannya? Laki-laki sepertimu tidak melakukan apa pun secara gratis."

Prana menunduk. Bibir mereka nyaris bersentuhan. "Kencan. Aku akan menunjukkan padamu bagaimana rasanya dicintai seorang pria yang memberikan kasih sayang sepenuhnya padamu. Aku berjanji untuk membuatmu melupakan Mahiwal dan semua laki-laki lain di dunia ini."

Ada perasaan hangat yang menerpanya, bukan dari cuaca yang terlalu panas untuk pernikahan di luar ruangan. Dia harus memberi tahu Ghea---setelah bulan madu, tentu saja.

"Bagus. Sepakat. Tapi kalau boleh jujur ... aku akan bilang 'ya' biarpun kamu tidak menawarkan untuk membantu Blambang Residence."

Prana mengangkat alisnya. "Dan aku tetap akan membantu biarpun kamu menolak untuk berkencan."

Citra menghela napas panjang. "Dasar rungkad."

Cikarang, 31 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun