"Untuk lagu berikutnya, pasangan opengantin mengundang semua orang untuk bergabung di lantai dansa."
Para pengiring pengantin terkikik, lalu memusatkan pandangan mereka pada Prana. Sekali lagi, tidak mengherankan. Kegantengannya yang maksimal melebihi semua cowok di ruangan itu, termasuk juga Mahiwal. Tapi begitu pula kesombongannya.
"Berdansalah denganku, Citra." Hembusan napas dingin Prana menggelitik telinganya.
"Aku nggak bisa. Udah janji sama abang Ghea."
Beberapa meter dari mereka, mahasiswa S2 Manajemen Perusahaan berwajah culun itu menyeringai.
"Dia? Dia tidak pantas untukmu." Prana menarik lengan Citra, membuatnya berputar ke hadapannya.
"Dan kamu pantas?"
"Aku rasa aku bisa berputar-putar di lantai dansa tanpa kehilangan banyak darah." Dengan mata gelapnya yang tajam menusuk, Prana memeluk pinggang Citra.
Sambil meletakkan satu tangan di belakang leher cowok itu, Citra menarik kerahnya yang tidak dikancingkan dan longgar, dasi dan jaketnya sudah lama dilepas. "Bagaimana kalau aku tidak ingin terlihat berdansa dengan cowok dengan reputasi buruk sepertimu?"
"Reputasiku? Bukan aku yang mengambil paksa semua lahan di sini."
Citra mendengus, menggelengkan kepalanya. "Untuk insfrastruktur, katanya. Pemerintah ingin menguasai tanah keluargaku untuk membangun jalan tol. Tapi aku punya rencana. Mereka tidak akan bisa mengambilnya dariku." Napasnya memburu saat udara di dalam tenda terasa semakin menyesakkan.