"Jangan lupa beli selongsong ketupat," kata ibunya. "Hari Raya ini tampaknya banyak tamu yang datang."
 Ternyata, di hari terakhir Ramadan, pasar tumpah ruah dengan manusia, kebanyakan bapak-bapak. Hari terakhir puasa juga disebut hari Meugang. Rumah-rumah mengolah daging sapi menjadi aneka rupa menu andalan. Biasanya daging diolah menjadi rendang, asam keueng[iii], atau sie reuboh[iv]. Di Aceh, baik di kota maupun kampung, yang ke pasar biasanya bapak-bapak.
 Saat iftar yang dinanti-nanti tiba. Banyak kendaraan berjajar di sepanjang jalan Masjid Raya yang akan mengikuti takbir keliling. Mobil dengan bak terbuka mengangkut beduk dan pasukan pemain rebana. Empat sekawan memilih berjalan kaki, menyusuri jalan utama, menyeberangi jembatan Pante Pirak yang menghubungkan dua sisi kota, menyusuri Peunayong, pecinan kota Banda Aceh. Peunayong merupakan pusat perdagangan di utara kota yang juga merupakan pemukiman orang-orang Tionghoa. Selanjutnya rombongan takbir keliling menyeberang jembatan Peunayong dan menuju ke Lapangan Blang Padang, garis finish pawai. Besok salat Id akan diadakan di lapangan tersebut.
 Pulang ke rumah, Mahiwal yang litak masih menyempatkan diri mengunyah martabak telor yang dibeli ayahnya di Simpang Lima, sebelum tidur dan bermimpi menyedot daging keong cu yang tak kunjung habis.
 ***
 Setelah salat Id, Mahiwal sungkem mencium lutut dan pipi Ibu, Ayah, Nenek, dan Kakek. Acara berikutnya adalah berkunjung dari rumah ke rumah. Ini tradisi yang paling disukai oleh anak-anak di mana saja.
 Biasanya tuan rumah akan menyelipkan uang ke tangan anak-anak yang jumlahnya bervariasi. Belum lagi aneka makanan yang disuguhkan. Mahiwal paling suka bertamu ke rumah teman-temannya yang merupakan anak pejabat pendatang dari luar daerah. Misalnya rumah Ghea Kartowirjo. Gudeg menjadi hidangan istimewa di Hari Raya di rumah dinas Kepala Kejaksaan Tinggi tersebut. Atau rumah Euis Tresnawati. Oncom merupakan sajian langka yang dikirim khusus dari Bandung untuk meja open house Direktur Bank Indonesia. Tak terkecuali di kediaman teman sekelasnya Puti Linda, rumah dinas Kapolda, terhidang sate Padang yang bikin lidah menari piring.
 Namun hari itu Mahiwal tidak menyentuh satu pun makanan yang menjadi alasannya bertamu ke rumah mereka di tahun-tahun sebelumnya. Segera setelah menerima salam tempel, dia buru-buru bersuluk salam untuk menuju ke rumah berikutnya, Untunglah, rumah dinas para pejabat terkonsentrasi di Jl. Mata Ie. Dia hanya perlu berjalan beberpa langkah untuk mengoleksi lembaran-lembaran rupiah yang akan dihabiskan untuk membeli mainan dan jajanan di depan Masjid Raya nanti siang. Setelah acara beranjangsana ke rumah-rumah orang penting satu kota satu provinsi, dia buru-buru pulang ke rumah.
 ***
 "Bu ... Ibu! Gule cu pliek u-nya mana?" teriaknya begitu membuka tudung saji dari rotan yang menutup piring dan mangkuk di meja makan.
 "Ada apa, sih? Pulang-pulang teriak-teriak. Sana salam dulu sama tamu," ibunya mendelik.