Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Skandal Sang Naga (Bab 18)

17 April 2023   20:46 Diperbarui: 17 April 2023   20:51 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Minum? Kalian?" Napasnya kembali terengah-engah. Matanya melirik ke aku dan Ranya dengan curiga. "Bagaimana Archer bisa ada di sini? Aku tidak bodoh, Ran. Pasti ada lebih banyak yang kamu sembunyikan daripada yang kamu sudah kamu ceritakan!"

 Aku bertanya-tanya bagaimana mungkin Ranya Vachel bertunangan dengan lelaki sakit jiwa ini.

Dengan nada sarkastik, aku berkata: "Kamu sungguh luar biasa, Tuan."

Dia memelototiku. "Aku tidak sedang berbicara denganmu, Pak."

Ranya menghela napas. "Sudahlah, Yud. Hentikan."

"Kendalikan dirimu, Yud," kataku kasar. "Nona Ranya mengalami peristiwa yang sangat tidak menyenangkan. Saat ini dia membutuhkan simpati, bukan intimidasi."

Bibir lelaki kurus itu mengatup marah untuk sesaat, lalu dia tersenyum muram. "Kamu benar. Aku minta maaf, Han."

Dia menoleh ke Ranya. "Maafkan aku, sayang. Aku pikir kita harus menunda diskusi ini sampai aku bisa lebih tenang. Malam ini, kalau begitu."

Dia melirik arlojinya. "Aku akan menghadiri rapat Dewan setengah jam lagi. Ngomong-ngomong, Ran, lakukan sesuatu untuk menenangkan rekanmu itu. Dia meneleponku tiga kali karena dia dia tidak bisa menghubungimu."

"Tentu saja, sayang," kata Ranya menenangkan. "Saya rasa Nikki kesal karena saya memutuskan telepon tadi malam." Dia bergidik. "Waktu itu saya melihat---"

Mata Yudhi mengikuti arah pandangannya. Ranya akan mengatakan sesuatu ketika bel pintu berbunyi. Dia menghela napas. "Mengapa mereka tidak bisa meninggalkan saya dengan tenang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun